Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menggaungkan wacana revisi Undang-Undang Pengelolaan Zakat. Ini sengaja digulirkan untuk meningkatkan pendapatan dari zakat lantaran nantinya akan bersifat wajib seperti pajak.
Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Bambang Sudibyo, melihat perlu ada revisi Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, berikut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
“Kalau ada revisi maka akan ada peningkatan lebih dari tiga persen atau sekitar Rp400 triliun,” kata Bambang kepada wartawan usai membuka konferensi internasional tentang zakat yang kedua di Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (15/11/2018).
Menurutnya, saat ini Baznas tengah melakukan proses digitalisasi untuk meningkatkan jumlah dana zakat. Proses telah dilakukan dari penyediaan sistem aplikasi untuk memperluas jangkauan, pelayanan, penghimpunan, hingga pendistribusian dana zakat ke mustahik (orang atau badan yang berhak menerima zakat/infak/sedekah).
“Kami harapkan dana zakat yang akan dikelola meningkat secara signifikan. Sebagai lembaga keuangan syariah yang dikelola oleh pemerintah, mau tidak mau harus melakukan digitalisasi. Sebab jika tidak akan tersingkir dengan sendirinya sebagai konsekuensi kemajuan jaman,” ujarnya.
Bambang menjelaskan, dalam beberapa tahun terakhir, Baznas telah melakukan perubahan secara internal untuk mendorong proses digitalisasi tersebut. Namun proses ini tidak mudah apalagi SDM Baznas di daerah sangat terbatas baik secara kuantitas dan kualitas.
Dengan adanya proses digitaliasi ini akan mendukung peran Baznas dalam proses transprasni dan akuntabilitas ke masyarakat. “Di daerah banyak yang SDM nya terbatas dan banyak yang belum bisa buat laporan keuangan,” katanya.
Pada 2017 lalu, dana yang dikelola Baznas dari dana zakat yang dihimpun mencapai Rp6,244 triliun. Dana tersebut masih sedikit dibandingkan dengan peluang potensi tumbuhnya dana zakat yang menurutnya bisa naik menjadi 3 persen dari nilai produk domestik bruto. “Nilai potensi intensif pajak yang seharusnya bisa Rp203 triliun,” katanya.
Pemerintah Indonesia, menurut Bambang, harus berani meniru kebijakan dari pemerintah Malaysia yang mewajibkan masyarakat membayar zakat sama halnya kewajiban membayar pajak.
Untuk diketahui, konferensi internasional tentang zakat berlangsung selama dua hari, 15-16 November 2018 di Gedung Learning Center FEB UGM. Sejumlah peneliti dan praktisi diundang sebagai pembicara. Di antaranya, Umar Munshi dari EthisCrowd, Urip Budiarto dari kitabisa.com, Umi Waheeda selaku co-founder Al-Ashriyyah Nurul Iman Islamic Boarding School, Akademisi zakat dari Malaysia Abdul Ghaffar Ismail dan Letua Lembaga Zakat Nigeria Lawal Muhammad Maidoki.
Sumber: inews.id
Leave a Reply