Harga batu bara Newcastle naik sebesar 0,52% ke US$ 105,90/ Metrik Ton (MT) pada penutupan perdagangan hari Jumat (9/11/2018). Dengan pergerakan itu, harga batu bara mampu menguat hingga 2,42% di sepanjang pekan lalu, secara point-to-point.
Musim dingin yang datang melanda sejumlah kota besar di China, performa neraca perdagangan Negeri Tirai Bambu yang memuaskan, hingga aura damai perang dagang AS-China, memberikan dukungan bagi pergerakan harga si batu hitam di sepanjang pekan lalu.
Tim Riset CNBC Indonesia akan mengelaborasikan sejumlah sentimen positif tersebut, secara satu per satu. Pertama, aura damai dagang AS-China. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping sepakat untuk bertemu di sela-sela KTT G20 di Buenos Aires (Argentina) akhir bulan ini. Diharapkan pembicaraan ini bisa melahirkan solusi untuk mengakhiri perang dagang Washington-Beijing.
Kabar ini ditindaklanjuti oleh Wang Qishan, Wakil Presiden China, yang menegaskan bahwa Beijing siap berdiskusi dan bekerja dengan Washington untuk menyelesaikan friksi dagang.
“China dan AS tentu berharap ada peningkatan kerja sama ekonomi dan perdagangan. China siap berunding dengan AS atas kesepakatan bersama untuk menyelesaikan berbagai isu di bidang tersebut. Sikap negatif dan kemarahan bukanlah cara yang baik untuk menyelesaikan masalah, tidak bisa juga dengan membatasi diri. Itu hanya memperparah turbulensi di pasar global,” papar Wang dalam pidato di Singapura, dikutip dari South China Morning Post.
Pelaku pasar pun bisa sedikit bernafas lega. Adanya kabar baik dari perkembangan perang dagang Washington-Beijing lantas bisa sedikit memupus kekhawatiran investor terhadap perlambatan permintaan energi global. Akhirnya, sentimen ini mampu mengerek naik harga batu bara.
Kedua, pelaku pasar berekspektasi permintaan impor China masih bisa terangkat, seiring musim dingin yang akhirnya tiba di dataran China. Melansir data dari National Meterological Center di awal pekan lalu, temperatur di China bagian utara (termasuk kota-kota besar seperti Beijing, Hebei, dan Shanxi) jatuh ke bawah 0 derajat Cesius.
Sebagai informasi, batu bara termal memang masih menjadi sumber energi utama bagi pembangkit listrik di China. Datangnya musim dingin lantas menjadi sentimen bahwa konsumsi batu bara di China (khususnya di sektor pembangkit listrik) memang akan menanjak naik. Pasalnya, kebutuhan listrik untuk pemanas ruangan akan meningkat.
Ketiga, rilis data perdagangan internasional. Sepanjang Oktober 2018, ekspor China tumbuh sebesar 15,6% secara tahunan (year-on-year/YoY), mengalahkan konsensus yang dihimpun oleh Reuters sebesar 11% YoY. Sementara itu, impor tumbuh sebesar 21,4% YoY, juga mengalahkan konsensus yang sebesar 14% YoY.
Pelaku pasar lantas menilai bahwa China ternyata tidak terlalu terluka akibat perang dagang dengan AS. Meski data-data ekonomi domestik melambat, seperti Purchasing Managers Index (PMI), tetapi kinerja eksternal China masih meyakinkan.
Sebagai informasi, China adalah konsumen utama batu bara dunia, mencapai 1.892,6 metrik ton pada 2017 atau 51% dari total permintaan dunia. Satu negara menguasai lebih dari separuh permintaan global.Ketika kinerja ekonomi China impresif, maka ada harapan permintaan batu bara Beijing pun masih akan terjaga ke depannya. Hal ini memberikan dukungan tambahan bagi pergerakan harga.
Stok Batu Bara China Tinggi, Penguatan Harga Batu Bara Tertahan
Meski demikian, ada sentimen negatif yang menahan penguatan harga si batu hitam. Pada Oktober, China mengimpor batu bara dalam jumlah paling sedikit dalam 5 bulan terakhir.
Impor batu bara China pada bulan lalu diperkirakan setara dengan 744.500 MT/hari, lebih rendah dari 837.900/MT pada bulan sebelumnya, berdasarkan kalkulasi dari data bea masuk China.
Penyebabnya, stok di pembangkit listrik China berada di tingkat yang berkecukupan dalam menyambut musim dingin tahun ini.
Negeri Panda kini cenderung lebih siap dalam mengantisipasi peningkatan kebutuhan listrik di musim dingin tahun ini. Mereka sudah lebih belajar dari kelangkaan pasokan listrik yang terjadi pada musim dingin tahun lalu.
Alhasil, pembangkit listrik di Negeri Panda sudah melakukan akumulasi pembelian secara kencang sejak lewat pertengahan tahun ini. Sudah sejak bulan Juli dan Agustus 2018, China mengimpor sebanyak 900.000 ton/hari. Padahal tahun lalu, impor sebesar itu baru terjadi pada bulan September.
Akibatnya, stok batu bara pun memang berada di level yang tinggi. Menurut data China Coal Resource, stok batu bara pada 6 pembangkit listrik utama China terus meningkat dalam beberapa pekan terakhir, ke level tertingginya sejak Januari 2015. Teranyar, stoknya meningkat 8,1% secara mingguan (week-to-week/WtW) ke level 16,96 juta ton, pada pekan lalu.
Dengan tingginya tingkat stok batu bara tersebut, lantas investor mengekspektasikan bahwa permintaan impor batu bara Beijing akan menurun. Istilahnya, kebutuhan batu bara di China masih akan tercukupi oleh melimpahnya stok saat ini. Hal ini lantas menghambat penguatan harga batu bara di sepanjang pekan lalu.
Sumber: cnbcindonesia.com
Leave a Reply