Jakarta, Empat tahun kerja pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla (Jokowi-JK), daya saing industri nasional semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan pada nilai tambah industri, indeks daya saing global, peringkat manufacturing value added (MVA), serta pangsa pasar industri nasional terhadap manufaktur global.
“Nilai tambah Industri nasional meningkat hingga USD34 miliar, dari tahun 2014 yang mencapai USD202, 82 miliar menjadi USD236,69 miliar saat ini. Sementara itu, apabila melihat indeks daya saing global, yang sekarang diperkenalkan metode baru dengan indikator penerapan revolusi industri 4.0, peringkat Indonesia naik dari posisi 47 tahun 2017 menjadi level ke-45 di 2018,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto saat konferensi pers “Empat Tahun Kerja Pemerintahan Jokowi-JK” di Gedung Kementerian Sekretaris Negara, Jakarta, Selasa (23/10/2018).
Bahkan, merujuk data The United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), indeks MVA untuk industri di Indonesia naik tiga peringkat dari posisi 12 pada tahun 2014 menjadi level ke-9 di 2018.
“Pangsa pasar industri manufaktur Indonesia di kancah global pun ikut meningkat menjadi 1,84 persen pada tahun 2018,” lanjutnya.
Selain itu, tambah Airlangga, sepanjang tahun 2014-2018, industri pengolahan nonmigas tetap tumbuh dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 4,9 persen per tahun.
“Industri pengolahan nonmigas adalah salah satu sektor unggulan yang menopang pertumbuhan ekonomi nasional,” terangnya.
Ditambahkan Menperin, industri pengolahan nonmigas menjadi penyumbang PDB terbesar. Pada triwulan II tahun 2018, kontribusi industri pengolahan nonmigas sebesar 17,77 persen.
“Kontribusi ini yang tertinggi dibandingkan sektor lainnya, antara lain, pertanian 13,45 persen, perdagangan 13,04 persen, dan konstruksi sebesar 10,32 persen,” ungkap Airlangga.
Salah satu program prioritas nasional yang dijalankan Kementerian Perindustrian adalah penumbuhan populasi industri. Upaya ini diwujudkan dengan promosi investasi, menciptakan iklim usaha kondusif, fasilitasi kemudahan perizinan, hingga pemberian insentif fiskal maupun nonfiskal.
Kementerian Perindustrian mencatat, investasi di sektor industri manufaktur pada tahun 2014 sebesar Rp195,74 triliun, naik mencapai Rp274,09 triliun di 2017. Sementara, semester I tahun 2018, penanaman modal di sektor industri pengolahan ini sudah menembus Rp121,56 triliun.
“Adapun lima besar investasi di sektor industri pada semester pertama tahun ini, sesuai dengan prioritas industri 4.0 atau Making Indonesia 4.0, yakni industri makanan dan minuman mampu berkontribusi hingga 29,14 persen dari total investasi di kelompok industri manufaktur,” ucap Airlangga.
Menperin menyampaikan, pihaknya tengah menyiapkan beberapa insentif yang ditunggu para pengusaha, antara lain adalah super deductible tax, aturan terkait pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), hingga skema mini tax holiday bagi investor dengan nilai investasi di bawah Rp500 miliar
“Apabila insentif-insentif fiskal tersebut dapat dimanfaatkan oleh para pelaku usaha di dalam negeri, pertumbuhan industri manufaktur sebesar 5 persen pada tahun 2019 dapat tercapai,” tegas Airlangga.
Lebih lanjut, Menperin memaparkan, sejalan dengan upaya penumbuhan populasi industri, pada periode tahun 2014-2017, telah tejadi penambahan populasi industri besar dan sedang, dari tahun 2014 sebanyak 25.094 unit usaha menjadi 30.992 unit usaha sehingga tumbuh 5.898 unit usaha.
“Di sektor industri kecil juga mengalami penambahan, dari tahun 2014 sebanyak 3,52 juta unit usaha menjadi 4,49 juta unit usaha. Artinya, tumbuh hingga 970 ribu industri kecil selama empat tahun belakangan ini,” papar Airlangga.
Pertumbuhan industri baru juga mendongkrak jumlah tenaga kerja di sektor industri. Sepanjang tahun 2014-2018, jumlah tenaga kerja sektor industri terus meningkat. Pada tahun 2014 tercatat 15,62 juta orang, tumbuh signifikan menjadi 17,92 juta orang hingga semester I-2018.
Selanjutnya, total nilai ekspor produk industri pengolahan nonmigas sepanjang tahun 2014 menyentuh angka USD119,75 miliar, naik menjadi USD125,02 miliar di tahun 2017.
“Sementara, semenster I-2018, jumlah ekspor produk industri kita sebesar USD63,01 miliar, naik 5,35 persen dibanding periode yang sama tahun lalu,” ungkap Menperin.
Nilai ekspor produk industri di semester pertama 2018 itu memberikan kontribusi sebesar 71,59 persen dari total ekspor nasional yang mencapai USD88,02 miliar. Artinya, banyak produk industri manufaktur nasional yang sudah kompetitif di pasar global.
Capaian tersebut juga menunjukkan bahwa industri merupakan tulang punggung ekonomi di Indonesia. Secara konsisten industri pengolahan selalu menjadi the Biggest Contributor dari ekonomi Indonesia, dengan rerata 20 persen.
“Ini sekaligus memperlihatkan Indonesia sebagai among the global elite dalam kontribusinya, di mana Indonesia lebih tinggi dari rata-rata dunia yang sebesar 14 persen,” tutur Menperin.
Sumber: industry.co.id
Leave a Reply