Menkeu: Kuartal II, Ekonomi RI Alami Fase Paling Parah

JAKARTA – Kinerja perekonomian nasional akan mengalami fase paling parah pada kuartal II-2020 akibat pandemi Covid-19. Bahkan, fase buruk bisa berlanjut pada kuartal III. Namun, pada kuartal IV-2020, kondisi ekonomi diprediksi membaik.

“Dampak Covid-19 paling besar terjadi pada kuartal II dan mungkin akan berlanjut pada kuartal III, serta membaik pada kuartal IV,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi XI DPR secara virtual di Jakarta, Senin (6/4).

Menurut Menkeu, kinerja agregat permintaan di sisi konsumsi rumah tangga, investasi, dan ekspor-impor akan semakin lemah pada kuartal II dan III. Dengan pelemahan itu, pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini diproyeksikan tumbuh di level 2,3%, jauh di bawah asumsi APBN 2020 sebesar 5,3%.

Sri Mulyani menegaskan, pemerintah bersama Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) selaku pelaksana Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KKSK) akan berupaya keras agar pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini tidak terpuruk.

Menkeu menjelaskan, untuk meredam dampak Covid-19, pemeritah telah menggelontorkan berbagai stimulus ekonomi yang mencakup stimulus fiskal, moneter, dan keuangan. Stimulus tersebut bernilai sekitar Rp 436,1 triliun atau 2,5% terhadap produk domestik bruto (PDB).

“Stimulus fiskal merupakan bentuk dukungan dan mitigasi penanganan Covid-19. Ini juga sebagai upaya mencegah krisis kesehatan yang bisa menjadi krisis ekonomi,” tandas dia.

Negara Lain

Negara-negara lain pun, kata Sri Mulyani, menempuh langkah-langkah luar biasa (extraordinary) untuk menangkal penyebaran Covid-19 dan meredam dampaknya terhadap perekonomian.

Menkeu mencontohkan, dalam tempo kurang dari tiga bulan, Singapura sudah tiga kali merevisi APBN-nya. Amerika Serikat (AS) bahkan sudah menggelontorkan stimulus senilai US$ 2 triliun. Sedangkan Malaysia sudah mengeluarkan stimulus sebesar 10% dari PDB-nya. Kanada dan Jerman juga telah mengeluarkan stimulus yang besarnya terhadap PDB masing-masing mencapai 4,5% dan 6%.

Beragam respons dan stimulus yang dikeluarkan setiap negara untuk melawan Covid-19, termasuk stimulus jilid I, II, dan III yang telah diterbitkan Pemerintah RI, dipantau para anggota G20 dan Dana Moneter Internasional (IMF).

Menkeu mengakui, kebijakan-kebijakan extraordinary dalam melawan pandemi Covid-19 tidak mampu mencegah pelemahan ekonomi, hanya bisa mereduksi. “Semua akan turun,” tandas dia.

Sri Mulyani mengemukakan, tiga lembaga keuangan global memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 berada di level 1% hingga 2,5%.

JP Morgan memprediksi pertumbuhan ekonomi global mengalami minus 1,1% tahun ini. Sedangkan The Economist Intelligence Unit memprediksi minus 2,2%. IMF juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2020 negatif.

Adapun Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada rentang minus 3,5% hingga 2,1%, Bank Pembangunan Asia (ADB) pada kisaran 2,5%, dan The Economist Intelligence Unit pada level 1,0%.

Sebagai perbandingan, Bank Dunia memperkirakan ekonomi Malaysia tumbuh pada rentang minus 4,6% hingga minus 0,1% dan ADB sebesar 0,5%.

Bank Dunia juga memprediksi ekonomi Filipina tumbuh di kisaran minus 0,5% hingga 3,0% dan ADB sebesar 2,0%.

Di sisi lain, Bank Dunia dan ADB memprediksi pertumbuhan ekonomi Vietnam masing-masing sebesar 1,5% hingga 4,9% dan 4,8%.

Di Asia Tenggara, Thailand diperkirakan mengalami kontraksi ekonomi paling dalam. Bank Dunia memperkirakan ekonomi Negeri Gajah Putih minus 5,0% hingga minus 3,0%, sedangkan ADB memproyeksikan 4,8%.

Sumber : Investor.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only