Terdampak The Fed

Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) telah merilis catatan rapat bulan Januari lalu. Dalam notulensi rapat Federal Open Market Committee (FOMC), The Fed kembali menegaskan sistem dovish atas kenaikan suku bunga tahun ini.

Sikap The Fed menekan pergerakan dollar AS. Hal tersebut berimbas positif pada laju rupiah. Mengutip Bloomberg, Kamis (21/2) nilai tukar rupiah berada di level Rp 14.070 per dollar AS. Angka ini lebih baik dari posisi awal pekan lalu, yakni pada Rp 14.107.

Kurs rupiah pada awal pekan memang tertekan lantaran merespon beberapa data negatif China. “Makanya, pergerakan rupiah pekan lalu cukup stabil di range Rp 14.040-Rp 14.130 per dollar AS,” ujar Josua Pardede, Ekonom Bank Permata.

Pengumuman The Fed disusul dengan kebijakan Bank Indonesia (BI) yang menahan suku bunga acuan pada level 6%. Pengumuman BI, menurut Josua, membantu rupiah mempertahankan penguatannya.

Ekonom Bank Central Asia, David Sumual menyebut, fluktuasi rupiah sejalan dengan pergerakan mata uang emerging market lainnya. Ini menunjukkan bahwa sentimen global menjadi faktor utama penggerak mata uang Garuda.

Sementara itu, pelaku pasar masih menanti perkembangan perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China. Pihak Gedung Putih menyatakan, AS dan China akan melakukan perundingan baru untuk memperbaiki hubungan dagang kedua negara. “Sejauh ini, kami memperkirakan ada perpanjangan deadline negosiasi dagang AS dan China sehingga nilai tukar rupiah masih bisa stabil sampai akhir semester I. Jika tercapai kesepakatan, tentu akan ada analisis baru bagaimana arah rupiah ke depan,” tutur David.

Kondisi ekonomi dalam negeri sebenarnya cukup stabil. Ini membantu pergerakan rupiah. “Hanya saja, masih ada masalah defisit neraca perdagangan di awal tahun. Ekspor kita turun karena komoditas melemah,” lanjut David.

Sementara, Josua menilai, tren kenaikan harga minyak dunia akan membatasi penguatan rupiah. Sebab, impor minyak mentah masih cukup tinggi. Untuk itu, memang perlu upaya pemerintah maupun BI untuk memperbaiki neraca dagang.

Dari sisi eksternal, ada rilis data AS yang bisa menggerakkan rupiah, seperti pertumbuhan ekonomi kuartal IV 2018 serta data tingkat kenyakinan konsumen. “Tetapi pasar sepertinya akan tetap terfokus pada perkembangan perang dagang,” kata Josua.

Pekan ini, Josua memprediksi rupiah memiliki ruang untuk kembali melemah. Adapun pergerakannya di level Rp 14.050 – Rp 14.140 per dollar AS.

Sedangkan David menilai, posisi rupiah sudah sesuai fudamentalnya. Jadi, pergerakan rupiah hanya bersifat teknikal, sehingga penguatan atau pelemahannya akan terbatas pada kisaran  Rp 14.000- Rp 14.200 per dollar AS.

Sumber: Tabloid Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only