Upaya pemerintah mengejar target penerimaan pajak bakal kian berat. Pasalnya, tarif bea masuk lebih tinggi yang dikenakan Amerika Serikat (AS) terhadap barang-barang impor dari sejumlah negara turut menghantui penerimaan pajak tahun ini.
Presiden AS Donald Trump menetapkan tarif resiprokal sebesar 32% terhadap barang asal Indonesia. Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi mengatakan, kebijakan yang dilakukan Trump dapat menurunkan daya saing ekspor Indonesia:
Kebijakan ini juga bisa menekan harga komoditas dan memukul beberapa pos penerimaan penting dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), terutama dari sektor-sektor yang selama ini menopang fiskal.
Menurut Syafruddin, kenaikan tarif atas produk ekspor unggulan seperti minyak sawit, karet dan logam dasar berpotensi menurunkan permintaan dari negara mitra dagang utama Indonesia. Ketika permintaan turun, harga internasional pun tertekan.
Ini berdampak langsung terhadap penerimaan negara, terutama dari sektor-sektor yang selama ini menopang APBN. “Penurunan harga komoditas memiliki implikasi langsung terhadap penerimaan pajak, terutama dari jenisjenis pajak yang sangat bergantung pada aktivitas dan harga sektor-sektor tersebut,” kata Syafruddin, Jumat (4/4).
Syafruddin mengingatkan, penurunan harga dan volume ekspor akibat tarif AS dapat memangkas penerimaan pajak Indonesia secara signifikan. Dalam skenario moderat, kerugian negara bisa mencapai lebih dari Rp 10 triliun. Namun, potensi terhadap penerimaan negara bisa lebih dari itu jika tekanan ekonomi terhadap penerimaan negara, terutama dari sektor-sektor yang selama ini menopang APBN. “Penurunan harga komoditas memiliki implikasi langsung terhadap penerimaan pajak, terutama dari jenisjenis pajak yang sangat bergantung pada aktivitas dan harga sektor-sektor tersebut,” kata Syafruddin, Jumat (4/4).
Syafruddin mengingatkan, penurunan harga dan volume ekspor akibat tarif AS dapat memangkas penerimaan pajak Indonesia secara signifikan. Dalam skenario moderat, kerugian negara bisa mencapai lebih dari Rp 10 triliun. Namun, potensi terhadap penerimaan negara bisa lebih dari itu jika tekanan ekonomi signifikan terhadap penerimaan pajak. Sementara sektor ini berkontribusi lebih dari 20% terhadap setoran pajak.
Prianto Budi Saptono, Direktur Eksekutif Pratama Kreston Tax Research Institute, mewanti-wanti penerimaan pajak bakal terdampak secara signifikan jika pemerintah tidak melakukan apapun. Oleh sebab itu, pemerintah harus menjalankan strategi untuk menghadapi potensi kehilangan penerimaan pajak, yang mungkin terjadi akibat kebijakan AS tersebut.
Terutama, pemerintah perlu mencari sumber-sumber penerimaan pajak dari sektor lain, selain komoditas yang terdampak. Ia menjelaskan strategi ini tidak hanya bertujuan untuk mengatasi dampak dari kebijakan luar negeri, tapi juga untuk menyelesaikan berbagai permasalahan dalam sistem perpajakan domestik. Ini khususnya terkait dengan Coretax yang mengganggu penerimaan pajak pada Januari 2025.
Sumber : Harian Kontan
Leave a Reply