Jakarta. Tim ekonomi, penelitian dan pengembangan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno berpendapat kebocoran anggaran negara berasal dari turunnya rasio pajak saat Presiden Joko Widodo menjabat. Kementerian Keuangan angkat bicara merespons pernyataan itu.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Nufransa Wira Sakti menjelaskan tax ratio adalah rasio/perbandingan antara penerimaan negara dari sektor perpajakan dengan Produk Domestik Bruto (PDB).
Jadi tax ratio dipengaruhi oleh kebijakan perpajakan seperti tarif pajak, efektivitas pemungutan pajak, berbagai insentif dan pengecualian pajak yang diberikan kepada pelaku ekonomi dan masyarakat. Serta kemungkinan terjadinya pidana pajak seperti penghindaran dan penggelapan pajak (tax evasions and avoidances).
“Rasio pajak juga menggambarkan mengenai tingkat kepatuhan pajak yang dipengaruhi oleh pendidikan dan pemahaman pajak dari masyarakat serta budaya kepatuhan pajak termasuk sistem penegakan hukum,” ujar Nufransa dikuti dari akun Facebooknya, Nufransa Wira Sakti, Sabtu (9/2/2019).
Untuk menjaga tax ratio, Kementerian Keuangan melakukan reformasi perpajakan secara komprehensif yang meliputi program perbaikan Sumber Daya Manusia (SDM), Perbaikan basis Data dan sistem teknologi informasi serta proses bisnis, perbaikan struktur kelembagaan, dan perbaikan peraturan perundangan-undangan (UU Pajak Penghasilan, UU Pajak Pertambahan Nilai, Ketentuan Umum Perpajakan, dan aturan-aturan di bawahnya)
Pajak selain sebagai alat mengumpulkan penerimaan negara, juga merupakan instrumen kebijakan fiskal untuk mengelola ekonomi.
Angka tax ratio dapat naik atau turun seiring dengan kegiatan ekonomi yang diukur dengan PDB. Dalam kondisi ekonomi lesu dan mengalami tekanan seperti penurunan harga komoditas atau resesi ekonomi global, pemerintah suatu negara dapat memberikan stimulus ekonomi (counter cyclical) dengan menurunkan tarif pajak atau memberikan insentif pengecualian pajak (tax holiday, tax allowance, atau pajak ditanggung pemerintah) sehingga ekonomi dapat pulih dan bergairah kembali pertumbuhannya. Dalam situasi tersebut tax rasio justru dibuat menurun.
Demikian juga dalam kondisi ekonomi mengalami pemanasan (overheating) atau cenderung menggelembung tidak sehat (bubble), maka pajak dapat ditingkatkan dan diefektifkan untuk mengerem dan memperlambat perekonomian.
“Jadi naik turunnya tax ratio adalah mencerminkan berbagai hal baik sebagai alat kebijakan fiskal maupun masalah struktural/fundamental suatu perekonomian dan negara. Menyatakan bahwa tax rasio menurun sebagai bentuk kebocoran anggaran jelas keliru, terlalu menyederhanakan masalah dan dapat menyesatkan masyarakat,” ujar dia.
Di berbagai negara tax ratio mengalami perubahan setiap periode, misalnya Amerika Serikat yang tax ratio pada tahun 2000 sebesar 28.2 (ekonomi relatif menguat sebelum krisis keuangan) dan tahun 2017 turun menjadi 27.1 (sebagai upaya stimulus mengembalikan pertumbuhan ekonominya).
Pada tahun 2016, 26 negara mengalami kenaikan tax ratio bila dibanding tahun 2015, sementara itu 10 negara OECD lainnya mengalami penurunan.
Kebocoran Anggaran
Sementara itu istilah kebocoran uang negara juga dapat diartikan secara luas dan multi dimensi. Kebocoran uang negara bisa disebabkan oleh kejahatan korupsi di semua cabang pemerintahan baik Eksekutif (Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah), Legislatif dan Yudikatif. Jenis kebocoran ini bila masyarakat mengetahui harus dilaporkan kepada aparat penegak hukum termasuk KPK, karena negara Indonesia adalah negara hukum.
Sedang “kebocoran” anggaran lain adalah inefisiensi maupun kelemahan perencanaan. Ini bentuk penggunaan anggaran yang tidak optimal atau bahkan sia-sia. Kelemahan jenis ini merupakan persoalan kapasitas dan kualitas birokrasi yang fundamental.
Obatnya adalah reformasi birokrasi, membangun budaya transparansi dan akuntabilitas, dan membangun kompetensi birokrasi.
Pemerintah terus memerangi berbagai kebocoran anggaran baik yang berbentuk kejahatan korupsi, maupun dalam bentuk infesiensi dan kelemahan kompetensi.
Ini adalah tugas seluruh komponen pemerintahan yang dituangkan dalam berbagai program strategi nasional pemberantasan korupsi, menciptakan wilayah bebas korupsi dan zona integritas, maupun program Reformasi Birokrasi dan transformasi kelembagaan.
Kementerian Keuangan sebagai pengelola keuangan negara akan terus berkomitmen mengelola APBN dan keuangan negara secara berintegritas, kredibel dan profesional. Setiap tahun pengelolaan keuangan negara dan APBN diaudit oleh BPK.
Tahun 2016 dan 2017 laporan keuangan pemerintah pusat mendapat predikat wajar tanpa pengecualian dari BPK.
“Kami sangat menentang kebocoran anggaran baik dari korupsi maupun inefisiensi pada penggunaan anggaran. APBN adalah uang rakyat, hak rakyat harus terus dijaga dan tidak boleh dikhianati satu rupiahpun.
Mari kita pahami Keuangan Negara dan awasi APBN,” imbuh Nufransa.
Sebelumnya, anggota Tim Ekonomi, Penelitian dan Pengembangan BPN, Harryadin Mahardika mengatakan kebocoran anggaran tersebut tercermin dari turunnya rasio pajak atau tax ratio saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjabat dibandingkan menjelang akhir masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Kebocoran, dari sisi penerimaan, perbandingan mencolok ketika 2014 tax ratio 13,5%. Jadi yang ditinggalkan SBY, tax ratio 13,5%. 2015, Jokowi, tax ratio jatuh 2%, sekitar 11,7%. Bagi awam penurunan itu dianggap biasa saja lah,” katanya di Prabowo-Sandi Media Center, Jakarta Selatan, Jumat (8/2/2019).
Menurut dia, turunnya rasio pajak ini bisa jadi salah satu sebab kebocoran anggaran. Pasalnya setiap ada penurunan rasio pajak ada penerimaan yang hilang dari pajak.
“Kalau kita kemudian kalikan, berapa ratus triliun yang hilang hanya dalam 1 tahun. Apa yang menarik artinya ratusan triliun yang hilang,” jelasnya.
Sumber : detik.com
Leave a Reply