Ditjen Pajak (DJP) berencana menyesuaikan skema insentif pajak guna menindaklanjuti pemberlakuan pajak minimum global dengan tarif efektif sebesar 15% sebagaimana dimaksud dalam Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE).
Direktur Perpajakan Internasional DJP Mekar Satria Utama mengatakan Indonesia akan merevisi insentif pajak yang berlaku dengan memperhatikan insentif-insentif yang diberlakukan oleh negara tetangga.
“Ini adalah hal-hal yang dipertimbangkan oleh DJP sebelum regulasi terkait Pilar 2 diimplementasikan mulai tahun depan,” katanya dalam seminar yang diselenggarakan International Fiscal Association (IFA) Indonesia, Selasa (10/12/2024).
Contoh, Thailand memangkas fasilitas tax holiday dari pembebasan pajak sebesar 100% menjadi tinggal 50% sebagai respons atas pemberlakukan income inclusion rule (IIR) dan qualified domestic top-up tax (QDMTT) pada tahun depan.
Bagi wajib pajak yang sudah memanfaatkan tax holiday sejak sebelum berlakunya pajak minimum global, jangka waktu pemanfaatan tax holiday ditambah sebanyak 2 kali dari jangka waktu yang tersisa maksimal selama 10 tahun.
Selanjutnya, Singapura juga menawarkan qualified refundable tax credit (QRTC) sebagai insentif baru di tengah pemberlakukan IIR dan QDMTT pada tahun depan.
Perlu diketahui, QRTC adalah fasilitas kredit pajak yang mengurangi nilai pajak terutang dari entitas grup perusahaan multinasional yang tercakup dalam GloBE.
Kredit pajak dikategorikan sebagai QRTC jika sisa kredit pajak dikembalikan dalam bentuk kas atau setara kas dalam jangka waktu 4 tahun.
Dalam Pilar 2, QRTC diperlakukan sebagai penambah GloBE income, bukan pengurang covered taxed. Dengan demikian, pemberian insentif berupa QRTC akan memberikan dampak yang minim terhadap effective tax rate.
Kemudian, Vietnam memberikan insentif baru berupa cash grant sebagai respons atas pemberlakuan IIR dan QDMTT sejak 2024.
Sebagai informasi, pajak minimum global dengan tarif efektif minimal 15% berlaku atas perusahaan grup multinasional dengan pendapatan minimal €750 juta per tahun Indonesia berencana menerapkan QDMTT dan IIR pada 2025, sedangkan UTPR baru akan dilakukan pada 2026.
Dengan QDMTT, yurisdiksi sumber berhak mengenakan top-up tax atas laba entitas perusahaan multinasional yang berlokasi di yurisdiksi bersangkutan yang dipajaki di bawah tarif efektif 15%.
Apabila yurisdiksi sumber tidak memberlakukan QDMTT maka yurisdiksi UPE bisa mengenakan top-up tax atas laba yang kurang dipajaki oleh yurisdiksi sumber. Top-up tax oleh yurisdiksi UPE dikenakan berdasarkan IIR.
Sumber : DDTC
Leave a Reply