Kementerian Keuangan menyebut upaya meningkatkan rasio perpajakan (tax ratio) perlu tetap mempertimbangkan iklim berusaha.
Menurut Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Parjiono, iklim usaha perlu kondusif guna menjaga tren kenaikan tax ratio secara berkelanjutan. Terlebih, pajak merupakan salah satu pertimbangan investor sebelum menanamkan modal.
“Jangan sampai ingin mengoleksi [perpajakan] yang banyak, tahun ini tercapai tax ratio 15%, tahun depan mungkin sudah enggak ada [karena] semua FDI [foreign direct investment] sudah pada lari,” katanya dalam Sarasehan 100 Ekonom Indonesia, dikutip pada Rabu (4/12/2024).
Parjiono menuturkan upaya pemerintah dalam meningkatkan tax ratio memang masih menemui berbagai tantangan. Saat ini, tax ratio Indonesia juga masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
Dia menjelaskan Kementerian Keuangan sejauh ini telah melaksanakan reformasi dari berbagai sisi dalam rangka meningkatkan tax ratio. Reformasi ini dilaksanakan dari sisi regulasi, kelembagaan, dan teknologi digital.
Menurutnya, reformasi pajak akan terus dilanjutkan sehingga kinerja tax ratio dapat meningkat secara berkelanjutan. Dengan tax ratio yang tinggi, Indonesia akan memiliki kemampuan untuk membiayai berbagai program pembangunan.
“Tentunya ini memajakinya harus pas juga sehingga FDI tidak lepas dari kita punya,” ujarnya.
Parjiono menambahkan Indonesia juga masih membutuhkan investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain isu perpajakan, Indonesia juga masih membutuhkan inovasi kebijakan lainnya untuk menarik banyak investasi asing.
Misal, negara tetangga seperti Vietnam mampu menarik banyak investasi karena dapat memberikan konsesi lahan dalam durasi yang lebih panjang.
Sebagai informasi, tax ratio Indonesia tercatat 10,3% pada 2023, serta diproyeksi mencapai 10,1% pada tahun ini. Pada 2025, tax ratio ditargetkan mencapai 10,2%
Sumber : DDTC
Leave a Reply