Saya termasuk orang yang ikut heboh ketika pemerintah mengumumkan program pengampunan pajak alias tax amnesty di 2016 silam. Waktu itu, saya berusaha sebanyak mungkin mengumpulkan informasi terkait program pengampunan pajak tersebut.
Saya bahkan sempat mengikuti dua program sosialisasi soal tax amnesty. Di salah satu sosialisasi, saya juga melakukan konsultasi one on one dengan petugas pajak.
Sampai akhirnya, saya waktu itu memutuskan tidak perlu mengikuti program tersebut. Toh, saya tidak memiliki harta atau penghasilan yang disembunyikan. Harta saya juga tidak banyak, kok.
Saya waktu itu ikut heboh mendengar program tax amnesty karena saat itu pemerintah bilang, program tersebut hanya akan dilakukan sekali itu saja.
Tidak akan ada lagi kesempatan mendapat pengampunan pajak bila ada kesalahan.
Namun, tak disangka tak diduga, pemerintah ternyata kembali mengumumkan program tax amnesty di 2021. Sebelum akhirnya mengakui ini juga program tax amnesty, pemerintah menggunakan nama program pengungkapan sukarela (PPS). Program ini berjalan pada paruh pertama 2022.
Ternyata, tax amnesty jilid II tersebut bukanlah program pengampunan pajak terakhir. Kemarin, pemerintah kembali mengumumkan rencana menggelar program pengampunan pajak jilid III, yang diharapkan berlangsung tahun depan.
Keputusan pemerintah kembali menggelar program pengampunan pajak ini agak-agak mengherankan. Okelah, program ini cukup sukses membantu penghimpunan pajak. Di 2022, tax ratio mencapai 8,35% dari PDB berkat adanya tax amnesty.
Tapi di sisi lain, kembali digelarnya program pengampunan pajak tahun ini mengindikasikan program tax amnesty sebelumnya tidak berhasil meningkatkan kepatuhan para wajib pajak. Makanya, masih ada wajib pajak yang perlu diampuni.
Selain itu, program pengampunan pajak ini juga bisa menimbulkan moral hazard. Alih-alih pemerintah bertindak tegas menghukum para pengemplang pajak, pemerintah justru mengisyaratkan siap berdamai dengan para pengemplang pajak, asal bersedia membayar sejumlah pajak yang tertunggak.
Program pengampunan pajak seperti ini juga akan lebih banyak menyasar para
orang-orang kaya. Jadi, para orang berduit justru mendapat stimulus
pengurangan pajak. Sementara masyarakat menengah bawah ditambah
bebannya. Antara lain dengan kenaikan PPN.
Sumber : insight.kontan.co.id
Leave a Reply