Ditjen Pajak (DJP) memberikan penjelasan kepada wajib pajak mengenai aspek perpajakan yang melekat terhadap wajib pajak perseroan perorangan (PT Perorangan).
Penjelasan tersebut disampaikan contact center DJP saat merespons pertanyaan dari salah seorang warganet di media sosial. Menurut otoritas pajak, aspek perpajakan PT Perorangan dipersamakan dengan wajib pajak.
“Dari aspek pajak penghasilan, [PT Perorangan] dapat dikenai PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 Ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Tahunan Badan, disesuaikan dengan transaksi yang dilakukan,” sebut Kring Pajak, Selasa (5/11/20240.
Sementara itu, dari aspek PPN, PT Perorangan wajib untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN apabila wajib pajak bersangkutan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Sebagai informasi, berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-20/PJ/2022, perseroan perorangan adalah perseroan terbatas yang memenuhi kriteria untuk usaha mikro dan kecil yang didirikan oleh 1 orang.
Berdasarkan pengertian itu, karakteristik perseroan perorangan ialah hanya didirikan oleh 1 orang dan memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil. Perorangan yang dapat mendirikan perseroan perorangan harus merupakan WNI, berusia 17 tahun, dan cakap hukum (Pasal 6 PP 8/2021).
Sementara itu, merujuk laman smesco.go.id, kriteria usaha mikro dan kecil diatur dalam PP No. 7/2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Mengacu pada laman resmi Kementerian Hukum dan HAM, konsep perseroan perorangan bukan hal baru bagi beberapa negara di dunia. Konsep tersebut telah dikenal pada berbagai negara, tetapi dengan penyebutan yang berbeda-beda.
Misal, pemerintah AS, Kanada, dan Singapura menyebut perseroan perorangan sebagai sole proprietorship. Sementara itu, Inggris menyebutnya sebagai sole trader dan Vietnam menyebutnya private enterprise.
Kendati demikian, tentu terdapat perbedaan di antara konsep perseroan perorangan di negara lain dengan di Indonesia
Sumber : DDTC
Leave a Reply