JAKARTA – Sejumlah asosiasi pengembang berharap aturan pembangunan perumahan dan pembiayaan untuk masyarakat berpenghasilan di atas ketentuan masyarakat berpenghasilan rendah, yaitu MBR Plus, segera direalisasikan.
Sekretaris Jenderal DPP Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan bahwa skema perumahan bagi masyarakat dengan penghasilan di atas MBR tersebut untuk menyasar masyarakat berpenghasilan di kisaran antara Rp4 juta – Rp7 juta, untuk rumah tapak.
Adapun, program ini juga diusulkan demi menjaring komitmen kaum milenial agar mau membeli rumah. “Itu utamanya untuk kaum milenial, yang penghasilannya sedikit di atas MBR, tapi masih relatif mampu beli landed house dengan jarak paling jauh 20 km dari tempat kerja,” ungkap Totok belum lama ini.
Menurutnya, rumah tapak untuk MBR yang berlaku saat ini jarak dengan tempat kerja lebih dari 20 km.
“Untuk usulan ini, Presiden sudah setuju tapi masih in process untuk menjadi MBR Plus. Ini yang ingin kami usulkan untuk semuanya, tidak hanya untuk Aparatur Sipil Negara [ASN], Tentara Nasional Indonesia [TNI] dan Kepolisian Negara Republik Indonesia [Polri],” lanjutnya.
Saat ini, kata Totok, Presiden telah meminta asosiasi pengembang agar mengajukan surat kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla. Adapun, skema untuk MBR Plus itu diharapkan dapat terealisasi tahun ini.
Totok menyebutkan bahwa harga rumah untuk MBR Plus akan mencapai dua kali lipat dari rumah MBR. “Misalnya harga rumah baru MBR di Surabaya atau di Sidoarjo, Jawa Timur ya, itu kan batas harganya Rp140 juta, berarti harga untuk rumah MBR Plus bisa sampai Rp280 juta,” tambahnya.
Adapun, target pembangunannya diperkirakan akan disesuaikan dengan 10% dari keseluruhan jumlah milenial yang ada di Indonesia saat ini.
Kenaikan harga rumah dan tanah ke depan, imbuh Totok, juga akan membuat sejumlah wilayah berpotensi dimasukkan untuk proyek pembangunan MBR Plus.
Ketua Umum Himpunan Perumahan dan Permukiman Rakyat (Himperra) Endang Kawidjaja mengatakan bahwa program rumah untuk MBR Plus memang diusulkan untuk masyarakat berpenghasilan Rp4 juta – Rp7 juta per bulan. Penghasilan bagi masyarakat yang mendapat fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) untuk rumah susun saat ini memang Rp7 juta per bulan.
“Kami mengusulkan supaya ada juga yang berpendapatan Rp7 juta ini untuk mendapatkan rumah tapak,” katanya kepada Bisnis, Sabtu (26/1).
Namun, subsidi yang nantinya diberikan tidak akan sebesar skema FLPP untuk yang berpenghasilan di bawah Rp4 juta dengan bunga kredit perumahan yang tidak harus 5% seperti FLPP. Adapun, dari sisi pajak diharapkan sama dengan skema untuk rusun.
“Bunganya diharapkan akan berkisar antara 7% sampa 7,5%, kalau pajaknya kita harapkan sama, dapat bebas Pajak Pertambahan Nilai [PPN] dan Pajak Penghasilan [PPh]-nya sekitar 1% sama dengan skema untuk rusun. Jadi diharapkan angka jangan ada yang berubah lagi,” imbuh Endang.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan pihaknya bersama dengan Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan tengah merumuskan skema pembiayaan baru untuk memudahkan generasi muda atau milenial memiliki rumah.
Skema pembiayaan tersebut ditargetkan untuk diimplementasikan pada 2019 sesuai dengan intruksi Presiden Joko Widodo.
Sumber : bisnis.com
Leave a Reply