Pemotongan pajak

Pekan lalu, Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi atau Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) merilis data tren penurunan pajak penghasilan (PPh) badan di berbagai negara di dunia. Inti laporan OECD, dalam dua dekade terakhir rata-rata tarif PPh badan di dunia menurun dari 28,6% pada 2000, menjadi 21,4% di 2018.

Tren penurunan tarif PPh badan mungkin masih berlanjut mengingat ekonomi dunia kurang bergairah. Insentif penurunan tarif pajak memang menjadi senjata sejumlah negara untuk mendongkrak ekonomi. Memang dalam jangka pendek, pendapatan perpajakan akan berkurang. Tapi, dengan tarif pajak lebih rendah, harapannya korporasi punya dana lebih yang bisa digunakan untuk ekspansi atau investasi.

Iming-iming tarif pajak yang rendah juga menjadi daya tarik investasi masuk. Juga potensial untuk memulangkan dana-dana yang selama ini diparkir di negara lain untuk diinvestasikan di dalam negeri.

Ekspansi atau investasi korporasi ini yang akan menjadi mesin pendorong pertumbuhan ekonomi atau paling tidak menahan ekonomi tak sampai melambat. Begitu kira-kira logika sederhananya.

Makanya di negara yang ekonominya tengah terengah-engah, pemotongan pajak menjadi pilihan. Secara politik pun, program pemangkasan tarif pajak juga laku sebagai bahan jualan untuk kontes politik.

Namun, sebaiknya kita tak gegabah juga menjanjikan pemotongan tarif pajak besar-besaran. Salah-salah justru hasilnya bisa tak efektif.

Amerika Serikat (AS) contohnya. Tahun 2016 saat pemilu presiden AS, Donald Trump menggulirkan program paket pemangkasan pajak hingga senilai US$ 1,5 triliun. Salah satunya lewat pemotongan tarif pajak korporasi.

Mengutip Reuters, hasil survei The National Association of Business Economics (NABE) yang terbit, kemarin, menunjukkan pemangkasan tarif pajak korporasi dari 35% menjadi 21% yang mulai berlaku Januari 2018 tersebut ternyata tidak berdampak besar ke investasi maupun tambahan lapangan kerja. Mayoritas korporasi AS yang disurvei menyebut, pemotongan tarif pajak itu tidak membuat mereka mengubah rencana investasi. Tak heran, ekonomi AS melambat bahkan terancam resesi.

Belajar dari pengalaman AS ini, tak ada salahnya berhati-hati, tidak lantas ikut jorjoran obral diskon tarif pajak. Jangan sampai kejadian, sudah pendapatan negara berkurang, investasi tak datang.

Sumber : kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only