Jakarta – Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto mengatakan bahwa Indonesia mengalami deindustrialisasi yang merupakan kebalikan dari industrialisasi. Hal itu diungkapkannya saat memberikan pidato kebangsaan tadi malam.
Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira mengatakan, salah satu indikator utama terjadinya deindustrialisasi adalah menurunnya porsi industri manufaktur terhadap pendapatan domestik bruto (PDB).
“Porsi industri manufaktur yang menurun terhadap total PDB. Itu yang biasanya jadi indikator,” ungkap Bhima saat dihubungi detikFinance, Selasa (15/1/2019).
Salah satu solusi yang diungkapkannya adalah dengan mengeluarkan insentif fiskal yang berfokus pada industri manufaktur yang membutuhkan. Menurutnya, insentif berupa tax holiday atau libur bayar pajak justru kurang efektif.
“Quick winnya adalah mengeluarkan insentif fiskal yang fokus pada sektor industri manufaktur. Jangan obral tax holiday itu ga efektif. Lebih baik sesuai kebutuhan per industri yang spesifik,” kata Bhima.
Dia mencontohkan misalnya untuk industri tekstil dan sawit. Pemerintah bisa memberikan bantuan sesuai kebutuhan industri-industri tersebut.
“Misalnya industri tekstil butuh pembelian mesin baru, bea masuk mesin baru nya ditanggung pemerintah. Ataupun industri pengolahan sawit, butuh sertifikasi ramah lingkungan untuk tembus pasar ekspor, sertifikasi itu digratiskan pemerintah,” kata Bhima.
Bhima juga ungkapkan pemerintah bisa saja memaksimalkan dana bantuan dari perbankan kepada industri. Salah satunya adalah dengan menambah porsi kredit kepada industri manufaktur.
“Kemudian dari sisi pembiayaan bank BUMN diberi penugasan untuk lebih memperbesar porsi kredit ke manufaktur. Tentunya dengan bunga spesial di bawah rata-rata,” kata Bhima.
Leave a Reply