Beleid Perpanjangan Izin Tambang Segera Terbit

Selain perpanjangan PKP2B menjadi IUPK, pemerintah akan merilis aturan pajak pertambangan.

JAKARTA, Pemerintah segera merilis aturan yang antara lain berisi tentang kepastian perpanjangan izin usaha perusahaan pertambangan batu bara. Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan revisi Peraturan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2017 tentang perubahan keempat atas PP Nomor 23/2010 tentang Pelaksanaan kegiatan usaha Pertambangan Mineral dan Batubara rampung pada pekan ini.

Bersamaan dengan penyusunan beleid itu, Kementrian Keuangan bakal merilis aturan berupa perlakuan perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk perusahaan pertambangan. Aturan tersebut menyasar para pemegang dokumen Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B)yang akan habis masa kontraknya dan berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Kepala Biro Hukum Kementrian ESDM, Hufron Asrofi, mengemukakan kedua rancangan beleid tadi sudah melewati masa harmonisasi dan finalisasi di Sekretariat Negara (SetNeg) “Insya Allah pekan ini (selesai),” kata dia saat ditemui di Kantor Kementrian ESDM sudah selesai. Selanjutnya, Menteri ESDM Ignatius Jonan telah membubuhkan paraf pada kedua RPP tersebut.

“Kalau tidak salah (revisi PP Nomor 23/2010) tinggal tunggu paraf dari Menteri Keuangan. Soal perpajakan, ada di Kemkeu, berarti sudah dan tinggal (paraf) ke Menko Perekonomian,” jelas dia. Namun Hufron masih enggan membeberkan isi rancangan kedua peraturan tersebut.

Mengacu draft yang diterima, revisi PP Nomor 23/2010 mengatur tentang perubahan status PKP2B menjadi IUPK. Kelak, perusahaan pemegang PKP2B bisa mengajukan perpanjangan izin usaha dari sebelumnya paling lama dua tahun sebelum habis kontrak menjadi lima tahun sebelum masa kontrak berakhir.

Perlakuan Pajak

Direktur Jenderal Minerba Kementrian ESDM, Bambang Gatot Ariyono, mengatakan hingga kemarin belum ada perusahaan yang mengajukan perpanjangan selain PT Tanito Harum. Perusahaan batubara ini akan habis kontraknya pada 14 Januari 2019.

Mengacu data yang diterima, atas draft yang diajukan para pemegang PKP2B mengenai perpajakan, antara lain berisi ketentuan yang disesuaikan dengan regulasi yang berlaku saat IUPK diterbitkan dan dikunci (lock in) hingga masa IUPK perpanjangan berakhir. Misalnya, bagian pemerintah dari dana hasil produksi batubara (DHPB) sebesar 15% PNBP pusat 4% dari laba bersih, bagian pemerintah daerah 5% dari laba bersih dan PPh Badan sebesar 25%.

Sebelumnya Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Rofianto Kurniawan mengatakan, RPP itu bisa terbit pada awal tahun 2019. “Beberapa pajak nail down dan beberapa prevailing,”kata dia.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia berpendapat, pada prinsipnya perusahaan pertambangan lebih suka pungutan pajak yang stabil. Sebab, karakteristik utama investasi di sektor pertambangan bersifat jangka panjang.

Selain itu, menurut Hendra, bisnis batubara penuh dengan risiko tinggi, misalnya terhadap volatilitas harga, risiko geologi dan risiko politik. Oleh karena itu, perusahaan pemegang PKP2B juga menginginkan pajak yang bersifat tetap. “Perpanjangan izin menjadi faktor yang paling penting. Kepastian usaha jangka panjang merupakan kunci dalam investasi pertambangan,” ungkap Hendra.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only