Mempopulerkan kendaraan listrik membutuhkan banyak terobosan, mulai dari regulasi, insentif,infrastruktur serta promosi.
Pertengahan Desamber 2018, produsen sepeda motor PT Triangel Motorindo, produsen sepeda motor listrik Viar Q1 mengklaim mendapatkan pesanan sebanyak 50 buah motor listrik dari PT Paiton Energy. Sepeda motor yang dipesan itu, dihibahkan oleh Paiton untuk kebutuhan operasional pegawai pengawas di lingkungan pembangunan di lingkungan perkebunan Suaka Margasatua Ragunan milik Pemprov DKI Jakarta.
Sejatinya peristiwa pemberian hibah sepeda motor keinstansi pemerintah ini bukan hal baru. Namun, yang mengundang perhatan adalah, hibah tersebut merupakan sepeda motor listrik yang digunakan untuk aktivitas diKawasan Ragunan. Rupanya, inilah ceruk pasar yang digarap oleh Viar untuk membesarkan bisnisnya, yaitu Kawasan yag butuh mobilitas.
Viar membidik sekmen pasar instansi atau korporasiyang banyak melakukan aktivitas bisnis di Kawasan tertentu. Selain kendaraan operasional di kebun binatang, menurut Deden Gunawan, Corporate Manager PT Triangel Motorindo, pihaknya juga mendapat banyak pesanan sepeda motor listrik untuk transportasi di Kawasan pembangkit listrik.
“Sepeda motor listrik kami digunakan di Perushaan Listrik Negara (PLN) dan anak usahanya,terutama untuk kendaraan operasional di wilayah pembangkit,” terang Deden.
Selain PLN, perusahana pembangkit swasta juga mulai mengutamakan kendaraan listrik Viar untuk solusi transportasi di Kawasan pemangkitnya.
Menurut Deden, peluang bisnisnya terbuka lebar ketika banyak perusahaan ikut sertifikasi standar lingkungan. Semakin sadar lingkungan, maka semakin besar peluang Viar mejual sepeda motor listrik bernama Viar Q1 itu.
Penggunaan sepeda motor listrik juga mulai digemari komunitas pecintadan peduli lingkungan. “Komunitas hobi juga sudah bermunculan, bagi merekasepeda motor listrik seperti Tamiya yang bisa modifikasi,” jelas Deden yang diklaim rerata penjualan sepeda motor listrik Viar sekitar 500 unit sebulannya.
Namun, Deden mengeluhkan masih minimnya penjualan motor listrik di pasar ritel, lantaran masih banyak kendala. Misalnya, masih minimnya infrastruktur untuk pengecasan, dan perlakuan pajaknya yang masih sama dengan motor biasa pemakai bahan bakar minyak.
Mencuil pasar yang besar
Meski penjualan di pasar ritel masih sepi, toh pemakailain sudah mulai merangsek masuk. Setelah Viar, sejumlah pihak menggalag kerjasama untuk memproduksi sepeda motor listrik. Diantaranya adalah perusahaan distribusi otomotif Garasindo, yang memproduksi Gesits.
Saat ini perakitan Gesits masih berlangsung di Bogor. Adapun pemasarannya secara resmi akan dilakukan pada 2019. “Waktu ditailnya akan kami umumkan secepatnya,”kata Harun Sjech, CEO GTI.
Untuk memproduksi Gesits, Garasindo menggandeng PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) yang memiliki fasilitas manufaktur di Gunung Putri,Bogor, Jawa Barat. “Gesits memakai kandungan lokal sebsar 87%, kecuali beberapa komponen yang impor karena murah,” kata Tumiyana, Presiden Direktur WIKA.
WIKA telah mengalokasikan investasi Rp 180 miliar diproyek ini. Dana itu digunakan untuk kebutuhan produksi dengan kapasitasproduksi 60.000 unit per tahun. Setelah diproduksi, sepeda motor didistribusikan oleh Gara Sindo, yang sebelumnya terkenal sebagai distributor mobil papan atas dari AS dan Eropa.
Belakangan ini Gara sindo mulai melepas status distributor mobil mewah asal AS dan ingin fokus kepada sepeda motor listrik.
Langkah Gara sindo dan Wika masuk ke bisnis motor listrik ini tentu tak lepas dari prospeknya yang cerah. Tumiyana optimis,peluang sepeda motor listrik sangat besar, karena ada dorongan dari pemerintah. Ada 261 juta penduduk di Indonesia, dan 70% mereka memakai sepeda motor, jadi potensi pasarnya besar sekali,”kata Tumiyana.
Memang penjualan motor listrik masih tertinggal jauh dari penjualan motot BBM yang mencapai 6 juta unit setahun. Produsen motor listrik pun mengaku tak akan bermimpi menggantikan motor bensin. Tapi andai kata bisa merebut pasar 10% motor bensin saja, maka setidaknya produsen motor listrik bisa mendapatkan penjualan 600.000 unit atau 10 kali lipat dari kapasitas produksi yang dipersiapkan oleh Gesits.
Soal harga, pihak Gesits belum mengumumkan harga resmi. Namun, menurut informasi yang beredar, sepeda motor listrik Gesits akan dibandrol di harga Rp 22 juta-Rp 23 juta per unit.
Adapun Viar membandrol Rp 18 juta per unit. Di hargaini, Viar berhasil menjual 500 unit sebulan, atau sekitar Rp 9 miliar setiap bulannya.
Selain produsen sepeda motor listrik, produsen mobiljuga sejatinya juga minat untuk masuk ke mobil listrik. Namun, tak banyak yang berani produksi masal di Indonesia karena ketiadaan regulasi. “Selain paying hukum yang belum jelas, kami memerlukan infrastruktur charging stasion,” ungkap Mukiat Sutikno, Presiden Direktur PT Hyundai Indonesia Motor.
Alhasil, beberapa pemain otomotif yang sudah memilikimobil listrik hibrida memilih impor utuh walau harus terbebani pajak mahal karena tergolong mobil mewah. Maka itu, selama regulasi belum memadai, sulitbagi perusahaan otomotif memproduksi obil listrik secara masal di Indonesia.
Apalagi bikin mobil listrik butuh dana dan kepastian bisnis jangka panjang. Selain itu juga butuh mata rantai bisnis lain seperti layanan purna jual, layanan garansi, pemasok komponen, dan suku cadang.
Tiru China bikin insentif
Kendaraan listrik sejatinya bisa menjadi jawaban atas kondisi lingkungan khususnya terhadap kondisi udara yang sudah kritis, khusus nyadi Jakarta. Jika aktivitas pembakaran BBm dari kendaraan bermotor berkurang, maka kualitas udara bis menjadi lebih baik.
Namun, tak mudah mengurangi aktivitas pembakaran BBM dari kendaraan motor yang jumlahnya naik trus sepanjang tahun. Pergantian dari kendaraan BBM ke listrik juga tidak bisa langsung karena rantai bisnis otomotif yang sangat panjang dan kompleks.
Deden menilai, peralihan kendaraan listrik akan mengubah ekosistem bisnis otomotif. Hal inilah yang diharapkan Deden bisa diantisipasi oelh pemerintah.
Namun demikian, ada banyak sisi positif peralihan kendaraan listrik. Selain mengurangi polusi udara, penggunaan kendaraan listrik juga bisa mengurangi ketergantungan impor BBM. Jika volume impor BBM berkurang, pemerintah bisa menghemat devisa.
“Namun untuk hijrah ke kendaraan listrik butuh waktu, dan perlakuan industry membutuhkan insentif seperti yang dilakukan oleh China,” tambah Deden.
Di antara insentif yang diharapkan adalah, keringanan pembayaran pajak. Selama ini kendaraan listrik yang masuk ke Indonesia kerap berstatus sebagai kendaraan hibrida yang terbebani Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).
Saat ini Keperin tengah mengkaji usulan keringananpembayaran PPnBM tersebut. Selain itu, Kemperin juga tengah mengusulkan adanya keringanan bea masuk impor komponen kendaraan listrik.
Airlangga Hartanto, Menteri Perindustrian,menjelaskan, keringanan bea masuk bisa membuat produsen melakukan premarketing agar bisa mendapatkan skala volume produksi yang ekonomis. Untuk progam kendaraan listrik ini, Kemprin menjanjikan rencana pengembangan kendaraan low carbon emission vehicle (LCEV).
Dalam LCEV ini, kendaraan listrik dikategorikan dalam dua pilihan yakni; low/zero carbon technology seperti battery electric vehicle (BEV) dan fuel cell electric vehicle (FCEV). Kemudian, LCEV termasuk kendaraan hybrid electric vehicle(HEV), plug-in hybrid vehicle (PHEV)dan dual HEV. Lainnya adalah low carbonfor internal combustion engine (ICE)technology dan kendaraan hemat bahan bakar low cost green car (LCGC).
Airlangga menargetkan, tahun 2022 nanti ada 10%-15%dari 1,5 juta mobil yang di produksi di Indonesia tergolong sebagai mobil LCEV, termasuk mobil listrik. Kemudian tahun 2025, angkanya naik menjadi 20% dari 2juta mobil yang diproduksi di dalam negeri. Targetnya naik lagi menjadi 25%saat produksi 3 juta mobil pada tahun 2030. “Dari jumlah produksi, sebagianuntuk dalam negeri, sebagian untuk ekspor,”ujarnya.
Untuk merealisasikan rencana yang dia lontarkan, Airlangga mengklaim tengah menyiapkan Perpres LCEV yang akan dirilis dalamwaktu dekat ini. Namun sayangnya, sepekan sebelum kalender 2018 habis, belum menerima informasi penerbitan Perpres tersebut.
Calon Bleid itu juga akan mengatur pemberian fasilitas pembiayaan ekspor dan bantuan kredit modal kerja untuk pengadaan battery swap kendaraan listrik. Selain itu juga akan mengatur fasilitasnon-fiskal seperti penyediaan parkir khusus, keringanan biaya pengisian tenagalistrik di stasiun penyedia listrik umum (SPLU), hingga bantuan promise.
Nah, aturan inilah yang kini masih ditunggu-tunggu pelaku indutri otomotif guna membuat perencanaan bisnis ke depan.
Sumber : Tabloid Kontan
Leave a Reply