Sistem administrasi pajak canggih yang dinamakan Coretax DJP masih bermasalah, meski telah satu bulan resmi diimplementasi. Alih-alih meningkatkan efisiensi, sistem ini justru menimbulkan berbagai hambatan bagi wajib pajak. Khawatirnya, penerimaan pajak awal tahun ini ikut terdampak.
Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia Raden Agus Suparman membeberkan implementasi Coretax DJP masih bermasalah. Terutama, ada hambatan dalam pembuatan faktur pajak dan bukti potong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.
Pada platform X, seorang pengguna dengan akun @d***s, misalnya, mengeluhkan Coretax sering mengalami loss connection dan menghambat proses unggah faktur pajak. Padahal, pengembangan sistem ini menelan anggaran negara lebih dari Rp 2 triliun.
Kondisi tersebut menyebabkan banyaknya wajib pajak yang tidak melakukan pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) serta pemotongan PPh Pasal 21. Perkiraan Raden, sekitar 40% wajib pajak masih belum berhasil membuat faktur pajak dan 65% wajib pajak belum berhasil membuat bukti potong PPh Pasal 21.
“Karena tidak ada yang dipungut, wajib pajak juga tidak setor PPN ke kas negara. Begitu juga dengan PPh Pasal 21, karena tidak ada yang dipotong maka tidak ada yang disetor,” kata Raden kepada Kontan, Senin (3/2).
Dengan kondisi ini, Raden memperkirakan penerimaan pajak pada Januari 2025 akan terdampak. “Pastinya akan ada penurunan penerimaan di Januari 2025 dibandingkan Januari 2024,” tandas Raden.
Sebagai gambaran, pada Januari 2024 realisasi penerimaan pajak hanya Rp 149,25 triliun. Meski saat itu tak ada persoalan berarti terkait sistem administrasi perpajakan lantaran masih menggunakan sistem lama, realisasi penerimaan pajak tersebut turun 80% secara tahunan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani, Senin (3/2), meninjau langsung dapur Coretax di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak. Airlangga bilang, sistem ini masih terdapat kendala, jadi penyempurnaan masih perlu dilakukan agar tidak menghambat penerimaan negara.
Airlangga menilai perlu adanya solusi khusus bagi perusahaan yang menerbitkan banyak faktur per harinya agar tidak menghambat pelaporan pajak dan opersional bisnis. Terutama bagi industri fast moving consumer goods (SMCG), yang memiliki volume transaksi tinggi.
Sementara itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Dwi Astuti memastikan, pihaknya akan mengamankan penerimaan pajak, mulai dari perluasan basis perpajakan hingga meningkatkan kerjasama perpajakan internasional.
Sumber : Harian Kontan 4 Febuari 2025 Halaman 2
Leave a Reply