Perlunya Wajib Pajak Antisipasi Risiko P2DK, Pemeriksaan, dan Bukper

PERMINTAAN penjelasan atas data dan/atau keterangan (P2DK) berisiko ditindaklanjuti dengan pengusulan pemeriksaan ataupun pemeriksaan bukti permulaan (bukper). Alhasil, ada risiko menjadi lebih panjangnya prosedur yang harus dijalani wajib pajak.

Terlebih, pada saat yang bersamaan, Ditjen Pajak (DJP) telah mengimplementasikan coretax administration system (CTAS) mulai 2025. Coretax DJP ini disebut-sebut akan mampu merekam seluruh data transaksi dan data interaksi wajib pajak.

Oleh karena itu, wajib pajak perlu untuk memahami legal framework P2DK agar tidak berujung pada pemeriksaan atau pemeriksaan bukper. Dalam konteks ini, perlu juga untuk melihat aspek-aspek krusial dalam penyusunan tanggapan atas Surat P2DK (SP2DK) dari DJP.

Jika ternyata sudah masuk ke tahap pemeriksaan dan pemeriksaan bukper (penegakan hukum), wajib pajak perlu memahami prosesnya dengan baik. Hal ini krusial sehingga wajib pajak, termasuk perusahaan, dapat menghadapi pemeriksaan dan pemeriksaan bukper dengan tepat.

Berdasarkan pada Laporan Tahunan 2023 oleh DJP, produksi SP2DK pada 2023 sebanyak 387.089 surat. Adapun jumlah wajib pajak yang menerima SP2DK pada 2023 sebanyak 279.102 wajib pajak. Sementara itu, jumlah wajib pajak dengan SP2DK selesai sebanyak 244.174 wajib pajak.

Dari 5,24 juta wajib pajak yang wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), ada 52.296 wajib pajak yang diperiksa. Jumlah ini naik dari performa 2022, yakni 5,23 juta wajib pajak wajib SPT dan 45.835 wajib pajak diperiksa.

Penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan (SPPBP) sebanyak 707 surat. Penyelesaian berupa usul penyidikan paling banyak, yakni 308 laporan. Sisanya, ada pengungkapan ketidakbenaran perbuatan (288 laporan) dan penghentian pemeriksaan bukper (23 laporan).

Menariknya, proses bisnis pengawasan dan pemeriksaan turut berubah dengan adanya CTAS. Contoh, dimungkinkannya wajib pajak untuk menerima dan menanggapi SP2DK secara elektronik. Contoh lain, adanya notifikasi mengenai pelaksanaan pemeriksaan bukper.

Keberadaan coretax membawa perubahan besar pada mekanisme pengawasan. Proses administrasi, khususnya terkait SP2DK, menjadi lebih efisien. Hal ini memungkinkan fiskus untuk melakukan pengawasan yang lebih efektif, sedangkan wajib pajak dapat memberikan tanggapan dengan lebih cepat dan mudah.

Namun, perubahan ini juga menuntut strategi kepatuhan yang lebih matang untuk menghindari risiko penerbitan P2DK. Selain itu, strategi serupa diperlukan dalam menghadapi pemeriksaan pajak dan pemeriksaan bukper.

Sumber : news.ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only