Kantong Masyarakat Bakal Cekak

JAKARTA. Masyarakat perlu bersiap mengencangkan ikat pinggang. Sederet kebijakan baik pajak maupun nonpajak bakal membuat pengeluaran masyarakat pada tahun depan lebih besar. 

Sejumlah kebijakan yang dimaksud, pertama, tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12% yang berlaku mulai 1 Januari 2025. Aturan ini menyasar semua kelompok barang dan jasa, kecuali beberapa yang dikecualikan, salah satunya pangan. 

Kedua, kenaikan tarif pajak bangun rumah sendiri. Sejalan kenaikan tarif PPN umum menjadi 12%, tarif PPN atas kegiatan membangun sendiri (KMS) bakal naik menjadi 2,4% pada 2025 dari sebelumnya 2,2%. Sebab, tarif PPN untuk KMS dihitung mengacu besaran tertentu yang merupakan hasil dari perkalian 20% dengan tarif PPN umum.

Ketiga, pungutan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Pemerintah telah membidik penerimaan Rp 3,8 triliun dari kebijakan ini. Target itu masuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. 

Keempat, pemberlakuan opsen pajak atau pungutan tambahan pajak kendaraan bermotor mulai 5 Januari 2025. Opsen pajak kendaraan bermotor adalah amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Belum lagi, perubahan kebijakan penyaluran subsidi bahan bakar minyak dari subsidi barang menjadi kombinasi antara subsidi barang dan bantuan langsung tunai (BLT) hingga opsi kenaikan harga BBM oleh pemerintah untuk menghemat anggaran.

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manilet menilai kondisi ini dapat mempengaruhi konsumsi rumah tangga. Terutama bagi kelompok pendapatan menengah ke bawah yang rentan terhadap dampak ekonomi. Sementara, dalam beberapa tahun terakhir, proporsi kelas menengah Indonesia mengalami penurunan signifikan.

Catatan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kelas menengah RI pada 2019 mencapai 57,33 juta orang, setara 21,45% dari total penduduk pada saat itu. Namun pada 2024, jumlah kelas menengah hanya tersisa 47,85 juta orang atau 17,13% dari total penduduk. Artinya, sebanyak 9,48 juta penduduk kelas menengah turun kelas.

Menurut Yusuf, penurunan ini menggambarkan ketidakmampuan banyak anggota kelas menengah untuk mempertahankan kesejahteraan mereka. Padahal, mengutip pernyataan BPS, kelas menengah dan menuju kelas menengah menyumbang 81,49% konsumsi rumah tangga. Sementara konsumsi rumah tangga berkontribusi lebih dari 50% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Investasi menurun

Di sisi lain, Yusuf menyoroti stimulus yang diberikan pemerintah untuk kelas menengah relatif terbatas dibandingkan kelompok kelas bawah, yang lebih sering menerima bantuan sosial secara reguler. “Di saat yang bersamaan stimulus ataupun bantuan khusus untuk kelas ini tidak relatif berlimpah dibandingkan kelas pendapatan bawah,” ujar Yusuf, kemarin. 

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita juga menilai, sederet kebijakan ini berisiko menekan daya beli masyarakat. Terutama kelas menengah dan pekerja sektor informal.

Sebab, kenaikan upah minimum provinsi (UMP) hanya akan dirasakan pekerja formal saja, sehingga tidak akan mengompensasi pekerja informal dari berbagai pungutan di 2025. Di sisi lain, kenaikan harga barang akibat PPN dan harga energi yang akan semakin mahal membuat kenaikan UMP terasa tidak signifikan.

Ia juga menilai pungutan pajak yang akan membebani kelas menengah akan menganggu pertumbuhan ekonomi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Ronny juga khawatir, penurunan daya beli kelas menengah berdampak terhadap masuknya aliran investasi ke RI.

Sebab, jika konsumsi masyarakat melemah, maka minat investasi terutama di sektor riil akan menurun. “Investor akan berpikir bagaimana mau investasi kalau daya beli masyarakat turun,” kata dia.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan kebijakan PPN 12% akan mengerek inflasi 0,2% hingga 0,6%. Lebih lanjut, menurut dia, meskipun berbagai kenaikan tarif dapat menekan daya beli masyarakat, bantalan yang diberikan pemerintah diharapkan bisa menahan tekanan tersebut. 

Namun, “Efektivitas pelaksanaan program stimulus ekonomi menjadi kunci dalam memastikan kelompok rentan tetap terjaga daya belinya,” tandas Josua.

Sumber : Harian Kontan Selasa 24 Desember 2024 hal 2


Posted

in

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only