Penolakan PPN 12% Terus Menggema Hingga Penghujung Tahun

JAKARTA. Tahun 2025 tinggal menghitung hari. Itu artinya, tak lama lagi kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) 12% berlaku. Namun hingga kini, penolakan terhadap kebijakan itu kian menggelembung. 

Pada Jumat (27/12) pekan lalu, Aliansi BEM Seluruh Indonesia (SI) menggelar aksi melepas enam balon hitam yang diikat, di Patung Arjuna Wijaya, Gambir, Jakarta Pusat. Aksi simbolis ini dilakukan untuk menolak kenaikan tarif PPN menjadi 12%.

Tak hanya itu, Gerakan Nurani Bangsa (GNB) yang diketuai oleh Alissa Wahid meminta pemerintah untuk meninjau ulang secara holistik kebijakan tersebut agar tidak memberikan dampak yang kontraproduktif bagi perekonomian negara dan memberi tambahan beban bagi masyarakat.

Selain itu, jumlah masyarakat yang menandatangani petisi online di platform Change.org berjudul Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN! terus bertambah. Sejak dibuat oleh 19 November lalu hingga berita ini diturunkan, petisi itu telah ditandatangani oleh 199.182 orang.

Muncul juga petisi berjudul Tolak Kenaikan PPN menjadi 12% pada platform yang sama, yang telah ditandatangani 4.033 orang, sejak dibuat pada 13 Desember 2024.   

Menurut Kepala Center of Macroeconomics and Finance Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M Rizal Taufikurahman, kebijakan PPN 12% akan berdampak terhadap daya beli dan konsumsi masyarakat. “Terutama kelas menengah ke bawah, sangat signifikan,” tandas Rizal kepada KONTAN, Minggu (29/12).

Rizal menjelaskan, kenaikan harga barang dan jasa akibat tarif PPN yang baru, akan menekan daya beli masyarakat, yang merupakan motor utama pertumbuhan ekonomi domestik. Terlebih dari sisi global, ekonomi belum sepenuhnya stabil sehingga berisiko memperburuk perekonomian domestik.

Sebab itu, “Pemerintah masih bisa membatalkan bahkan menunda kebijakan PPN 12% melalui revisi peraturan pemerintah atau undang-undang terkait,” kata Rizal. 

Meski demikian, menurutnya, langkah tersebut memerlukan keberanian politik, kesadaran terhadap situasi ekonomi rakyat. Pemerintah harus mendengar aspirasi masyarakat dan mempertimbangkan dampak jangka pendek yang berpotensi mengguncang stabilitas ekonomi. 

Manajer Riset Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Badiul Hadi juga menilai, pemerintah perlu mempertimbangkan kembali rencana kebijakan kenaikan PPN menjadi 12%. Pemerintah lanjut dia, bisa menunda hingga kondisi masyarakat secara ekonomi membaik. “Terlebih hingga saat ini, peraturan teknis juga belum dikeluarkan oleh pemerintah,” tandasnya.

Sumber : Harian Kontan Senin 30 Desember 2024 hal 2


Posted

in

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only