Lebih Leluasa Menyigi Transaksi Wajib Pajak

Mulai awal 2025, aparat pajak lebih mudah periksa jeroan transaksi wajib pajak lewat coretax system

JAKARTA. Penerapan coretax system tinggal menghitung hari. Mulai awal 2025,  lewat sistem pajak canggih itu, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) akan lebih mudah menghimpun setoran pajak dari para wajib pajak. 

Lewat sistem yang disebut sebagai Coretax DJP ini, aparat pajak lebih leluasa melihat data wajib pajak, baik data kekayaan utama wajib pajak, transaksi, hingga penghasilan tambahan wajib pajak. Terlebih, setahun belakangan, Ditjen Pajak gencar mengimbau wajib pajak untuk memadankan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).  

Dalam tampilan simulasi Coretax DJP, ada beberapa data wajib pajak yang terlihat transparan seperti menu taxpayer details, bank details, hingga menu family tax unit. Dengan kata lain, “jeroan” data wajib pajak bisa leluasa diketahui aparat pajak. 

Bahkan, aparat pajak juga bisa mengetahui interaksi dari pemeriksaan wajib pajak. Wajib pajak sendiri juga bisa mengetahui perkembangan status pemeriksaan melalui sistem tersebut.

Di satu sisi, dengan teknologi yang lebih canggih, otomatisasi dan integrasi data yang lebih baik, Coretax DJP akan memudahkan proses administrasi pajak sekaligus menutup celah penghindaran pajak oleh wajib pajak. Namun di sisi lain, kemudahan ini sekaligus berisiko menimbulkan moral hazard.

Kita tentu masih ingat dengan kasus mafia pajak yang menyeret mantan pegawai Ditjen Pajak Gayus Tambunan. Gayus terjerat kasus korupsi, pencucian uang, hingga penggelapan dari sengketa pajak yang ditanganinya.

Belum lama ini, kasus gratifikasi dan pencucian uang juga menyeret mantan petinggi Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo. Ia divonis bersalah menerima gratifikasi dari wajib pajak yang mengalami masalah perpajakan.

Namun Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dwi Astuti menjelaskan pihaknya melalui penerapan Coretax DJP terus berupaya meningkatkan kualitas layanan dalam pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan bagi wajib pajak. Sistem baru ini diharapkan mendorong peningkatan kepatuhan sukarela, yang akhirnya berkontribusi pada penerimaan pajak negara.

Dwi mengungkapkan, Coretax DJP tak hanya fokus pada pelayanan internal, tetapi juga dirancang untuk dapat berkolaborasi dengan berbagai sistem di luar Kementerian Keuangan. Tujuannya untuk mendukung program Satu Data Indonesia.

“Diharapkan dengan kolaborasi ini data perpajakan menjadi lebih lengkap, valid dan update, sehingga dapat memberikan layanan sesuai dengan profil masing-masing wajib pajak,” kata Dwi kepada KONTAN, Selasa (24/12).

Saat ini, Coretax DJP tengah dalam tahap pra-implementasi. Wajib pajak sudah bisa log in alias masuk ke sistem Coretax DJP mulai dari tanggal 16 hingga 31 Desember nanti.

Ekonom Universitas Paramadina Jakarta Wijayanto Samirin berpendapat, di satu sisis Coretax DJP sangat penting. Pasalnya, berbagai negara maju juga dapat memantau seluruh penerimaan dan belanja wajib pajak. “Hanya dengan cara seperti itu, kepatuhan pajak bisa tinggi,” kata dia kepada KONTAN, kemarin.

Pun dengan Indonesia. Ia menilai, rendahnya rasio perpajakan (tax ratio) Indonesia  bukan karena tarif pajak yang rendah, melainkan kepatuhan wajib pajak yang rendah yang tecermin dari masih maraknya aktivitas penyelundupan dan underground economy.

Namun di sisi lain, “Risiko moral hazard (Coretax DJP) pasti ada, apalagi dengan situasi penegakan hukum kita yang masih buruk,” tambah Wijayanto.

Oleh sebab itu, menurut dia, Ditjen Pajak dan Kementerian Keuangan perlu mengantisipasi efek samping dan risiko tersebut secara serius. Salah satunya, dengan mengedepankan pendekatan sistemik dan basis aturan serta menghindari pendekatan diskresi.

Ariawan Rachmat, Direktur Eksekutif Indonesia Economics Fiscal (IEF) Research Institute juga mengingatkan bahwa jangan sampai transparansi wajib pajak dalam Coretax DJP dimanfaatkan oleh oknum aparat pajak. 

Namun ia optimistis, Coretax DJP lebih akuntabel lantaran mengurangi keterlibatan manusia dalam berbagai proses perpajakan. “Sebelum Coretax, proses perpajakan seringkali melibatkan interaksi langsung antara wajib pajak dan aparat pajak yang membuka peluang terjadinya korupsi atau penyalahgunaan wewenang,” tandas dia.

Sumber : Harian Kontan Jumat 27 Desember 2024 hal 1

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only