Center of Economic and Law Studies (Celios) memberikan respons terkait pernyataan pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang menyebut kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% tidak memberikan dampak signifikan terhadap inflasi.
Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Iskandar mengatakan bahwa pernyataan tersebut tidak tepat dan menyesatkan.
“Pernyataan DJP bahwa kenaikan tarif PPN menjadi 12% tidak memberi dampak signifikan pada inflasi sangat tidak tepat dan menyesatkan,” ujar Media dalam keterangan resminya, Minggu (22/12).
Sebagai catatan, tiga tahun lalu atau April 2022, Indonesia menaikkan PPN dari 10% ke 11%, inflasi tahunan melonjak dari 3,47% menjadi 4,94% hanya dalam waktu tiga bulan (Juli 2022).
Pernyataan DJP bahwa tingkat inflasi yang tinggi (5,51%) pada tahun 2022 terjadi karena tekanan harga global, gangguan pasokan pangan dan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) sangatlah tidak tepat.
Berkaca pada tahun 2022, inflasi melonjak dari 3,47% menjadi 4,94% hanya dalam kurun waktu tiga bulan pasca kenaikan PPN pada bulan April 2022.
Sementara itu, kebijakan kenaikan BBM baru dilakukan pada Desember 2022.
“Artinya, anomali inflasi terjadi persis setelah PPN dinaikkan, dan sudah pasti disebabkan oleh kenaikan PPN, dibandingkan dengan masalah tekanan harga global dan supply pangan yang terjadi sepanjang tahun pada tahun 2022,” katanya.
Sebelumnya, DJP mengeluarkan keterangan resmi bahwa dampak kenaikan PPN 11% menjadi 12% adalah 0,2%. Inflasi akan tetap dijaga rendah sesuai target APBN 2025 di kisaran 1,5% hingga 3,5%.
“Dengan demikian, kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% tidak menurunkan daya beli masyarakat secara signifikan,” terang DJP.
Sumber : Kontan.co.id
Leave a Reply