Paket Kebijakan Ekonomi yang Baru Harus Bisa Dongkrak Daya Beli

Hari ini publik menanti dirilisnya paket kebijakan ekonomi terbaru, yang mencakup kenaikan pajak pertambahan nilai PPN menjadi 12% dan perpanjangan fasilitas PPh final bagi pelaku UMKM. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan utama media nasional pada hari ini, Senin 16/12/2024.

Finalisasi paket kebijakan ekonomi dan pemberian stimulus dijadwalkan diumumkan pagi hari ini oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan menteri ekonomi lainnya.

Paket kebijakan ekonomi yang terbaru diharapkan bisa mendongkrak daya beli masyarakat. Pelemahan daya beli kini telah melanda masyarakat Indonesia, terutama disebabkan sejumlah kebijakan pemerintah.

Harian Kontan memerinci kebijakan ekonomi yang dinilai memberatkan kemampuan belanja rumah tangga, di antaranya kenaikan PPN menjadi 12% terhadap produk tertenti kategori barang mewah, kenaikan bahan bakar minyak BBM subsidi, kenaikan harga elpiji (setelah adanya blended system), potensi kenaikan tarif listrik pada awal 2025, potensi kenaikan iuran BPJS Kesehatan imbas defisit dan penerapan kelas pelayanan, hingga kenaikan harga jual eceran rokok.

Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menyampaikan kebijakan ekonomi yang dirilis mestinya lebih berfokus pada peningkatyan daya beli, perbaikan iklim usaha, dan efisiensi anggaran pendapatan dan belanja negara APBN.

“Berbagai kebijakan ekonomi baru-baru ini belum menunjukkan keadilan ekonomi. Masih bias ke kepentingan pemerintah, terutama terkait fiskal,” kata Wijayanto.

Di antara seluruh paket kebijakan yang akan terbit hari ini, insentif pajak masih dinilai menjadi opsi terbaik bagi pemerintah dan masyarakat. Pada prinsipnya, stimulus yang diberikan tidak boleh berat sebelah terhadap pengusaha saja, tetapi juga dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sebagai konsumen akhir.

Nasib PPN 12%
Pengumuman paket kebijakan ekonomi pada pagi hari ini akan memperjelas nasib kenaikan PPN menjadi 12%. Kenaikan tarif PPN sejatinya sudah tertuang dalam UU HPP. Namun, muncul dorongan dari kalangan pelaku usaha dan parlemen agar kebijakan ini disesuaikan.

Pada akhirnya, Presiden Prabowo Subianto pada pekan lalu mengatakan kenaikan tarif PPN akan dieksekusi secara selektif. Tarif PPN sebesar 12% rencananya hanya akan diberlakukan atas barang-barang mewah yang selama ini sudah menjadi objek PPnBM.

Menindaklanjuti hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pemerintah sedang memformulasikan kebijakan terkait dengan PPN yang berlaku pada tahun depan. Menkeu memilih diksi ‘berhitung’ terhadap wacana implementasi PPN 12% khusus barang mewah.

Selain ulasan mengenai paket kebijakan ekonomi, ada pula bahasan lain yang juga menjadi headline sejumlah media nasional pada hari ini. Di antaranya, perlunya stabilitas makroekonomi bagi Indonesia untuk memacu pertumbuhan domestik, kebijakan cukai rokok, tren kepatuhan wajib pajak selama 5 tahun terakhir, hingga update progres implementasi coretax system.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Butuh Stabilitas Makro
Indonesia memerlukan stabilitas makroekonomi untuk menjaga pertumbuhan domestik. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan kondisi global terus bergejolak akibat perang dagang, ketegangan geopolitik, dan fragmentasi ekonomi. Kondisi itu makin jelas seiring terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat dengan kebijakannya yang lebih mementingkan kebutuhan domestik AS.

Imbasnya, pertumbuhan ekonomi dunia diprediksi melambat dari 3,2% pada 2024 menjadi 3,1% pada 2025, serta 3% pada 2026. Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, Indonesia menyusun 5 strategi penguatan ekonomi nasional, yakni penguatan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, sinergi mendorong pertumbuhan doemstik, serta peningkatan produktivitas dan kapasitas nasional.

Kemudian, sinergi pendalaman pasar keuangan untuk perekonomian dan digitalisasi sistem pembayaran sektor jasa.

Cukai Rokok Tetap, Harga Jual Eceran Naik
Pemerintah resmi menerbitkan 2 peraturan menteri keuangan PMK terkait dengan tarif cukai hasil tembakau atau rokok.

Pertama, PMK 96/2024 tentang Perubahan Kedua atas PMK 193/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Rokok Elektrik dan Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya. Kedua, PMK 97/2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris.

Terbitnya kedua PMK ini dilatarbelakangi pertimbangan untuk mengendalikan konsumsi hasil tembakau, melindungi industri hasil tembakau yang padat karya yang proses produksinya menggunakan cara lain daripada mesin, dan optimalisasi penerimaan negara.

Kepatuhan WP, Karyawan Paling Tinggi
Ditjen Pajak DJP mencatat rasio kepatuhan dari tahun ke tahun makin disokong oleh wajib pajak orang pribadi karyawan.

Merujuk pada Laporan Tahunan DJP 2023, rasio kepatuhan wajib pajak karyawan terus meningkat, sedangkan rasio kepatuhan wajib pajak orang pribadi nonkaryawan cenderung menurun. Rasio kepatuhan wajib pajak badan terus tumbuh meski tak setinggi wajib pajak karyawan.

“Rasio kepatuhan merupakan perbandingan antara jumlah SPT Tahunan PPh yang diterima dalam suatu tahun pajak tertentu dengan jumlah wajib pajak terdaftar wajib SPT pada awal tahun,” tulis DJP dalam laporan tahunannya.

52.296 WP Diperiksa DJP Sepanjang 2023
Masih dari Laporan Tahunan DJP 2023, tercatat jumlah wajib pajak yang diperiksa untuk uji kepatuhan pada 2023 mengalami kenaikan.

Dari 5,24 juta wajib pajak yang wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan SPT, ada 52.296 wajib pajak yang diperiksa. Jumlah ini naik dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni 5,23 juta wajib pajak wajib SPT dan 45.835 wajib pajak diperiksa.

“Cakupan pemeriksaan yang dimaksud adalah pemeriksaan untuk menguji kepatuhan (pemeriksaan khusus dan rutin), tidak termasuk pemeriksaan tujuan lain,” tulis DJP dalam laporan tersebut.

Penerapan Awal’ Coretax Dimulai Hari Ini
Penerapan awal atau initial deployment coretax system akan berjalan di seluruh kantor wilayah (kanwil) pada Senin, 16 Desember 2024.

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan otoritas telah menyelesaikan operational acceptance test atas coretax di 2 kanwil DJP pada 29 November 2024. Kini, DJP tengah bersiap untuk melaksanakan uji coba ke seluruh kanwil atau initial deployment atas coretax.

“Insyaallah, 16 Desember deployment untuk diujicobakan di seluruh kanwil, baik oleh wajib pajak ataupun bagi kami, dapat dilakukan,” katanya.

Sumber : news.ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only