Ekonom Minta Ada Rincian Barang Mewah yang Bakal Kena PPN 12 Persen

Pemerintah berencana menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen khusus untuk barang mewah.

Hal ini menimbulkan pertanyaan, barang mewah seperti apa yang akan dikenakan tarif PPN 12 persen?

Mengingat kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada 2025 diatur di Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Dalam UU HPP tarif PPN hanya berlaku satu tarif untuk seluruh jenis barang, kecuali sejumlah barang dan jasa yang dikecualikan dalam Pasal 4A.

Di antaranya yaitu makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya. Kemudian, uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga.

Selanjutnya, jasa keagamaan, jasa kesenian dan hiburan, jasa perhotelan;, asa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, jasa penyediaan tempat parkir, serta jasa boga atau katering.

Sementara khusus untuk barang mewah, selama ini tidak hanya dikenakan tarif PPN tetapi juga Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Namun pemerintah masih belum menegaskan barang mewah yang akan dikenakan PPN 12 persen apakah sama kategorinya seperti barang mewah yang dikenakan PPnBM.

Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Media Wahyudi Askar mengatakan, untuk itu pemerintah harus merincikan apa saja barang mewah yang akan dikenakan PPN 12 persen mulai tahun depan.

“Masalahnya, kita belum tahu barang mewah yang dimaksud pemerintah ini apakah barang mewah yang selama ini ada di bawah aturan perpajakan yang dikenai PPnBM atau perlu ada perincian lanjutan soal definisi barang mewah ini. Ini tricky karena sampai saat ini kita kan belum tahu,” ujar Media kepada Kompas.com, dikutip Minggu (8/12/2024).

Dia justru khawatir istilah “barang mewah” hanya digunakan pemerintah untuk menjadi gimmick semata agar bisa meredam penolakan masyarakat atas kenaikan tarif PPN.

Dia bilang, bisa jadi barang mewah yang dimaksud pemerintah, merujuk pada barang yang tidak benar-benar mewah. Itu artinya, kenaikan tarif PPN tahun depan tetap akan memberatkan masyarakat menengah ke bawah.

“Bisa jadi barang kebutuhan sehari-hari yang dikonsumsi oleh masyarakat menengah ke bawah. Dan kalau memang itu bukan barang mewah, artinya itu barang pokok atau kebutuhan sehari-hari, maka implikasinya juga pasti akan tetap signifikan,” ucapnya.

Terlebih, jika menengok target pendapatan negara pada 2025 dari setoran penerimaan PPN mencapai Rp 917,78 triliun, meningkat 18,23 persen dari tahun ini yang targetnya sebesar Rp 776,23 triliun.

Dengan kenaikan target penerimaan PPN tersebut, menurutnya, akan sulit dicapai jika tarif PPN 12 persen hanya diterapkan untuk barang mewah.

“Artinya sepertinya plannya masih plan A, penerapan PPN untuk hampir semua komoditas kecuali komoditas tertentu. Dan barang mewah yg dimaksud Pak Misbakhun kemarin sepertinya, ini asumsi saya ya, ini hanya gimmick saja untuk menekan atau merespons persepsi publik yang menolak PPN dan ini harus dicermati terus selama beberapa minggu ke depan,” tuturnya.

Pertanyaan serupa juga dilontarkan Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik dari UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat.

“Pemerintah sering menggunakan istilah ‘barang mewah’ tanpa mendefinisikan secara jelas apa saja yang termasuk dalam kategori ini,” ujar Achmad dalam keterangan tertulis, Minggu.

Menurutnya, dalam konteks pajak, barang mewah biasanya mencakup produk seperti kendaraan bermotor premium, perhiasan, barang elektronik mahal, dan properti dengan nilai tertentu.

Namun, batasan nilai barang yang dianggap mewah sering kali tidak sesuai dengan daya beli masyarakat pada tingkat menengah ke bawah.

Sebab, dalam situasi inflasi atau kenaikan harga barang, produk yang sebelumnya dianggap sebagai kebutuhan sekunder dapat dengan mudah masuk ke kategori barang mewah.

Misalnya, beberapa barang elektronik seperti ponsel kelas menengah atas yang sering digunakan untuk bekerja atau pendidikan kini bisa dikenakan pajak yang lebih tinggi.

“Ini menunjukkan bahwa definisi barang mewah cenderung kabur dan dapat bergeser seiring waktu, yang pada akhirnya menyulitkan masyarakat menengah ke bawah,” ucapnya.

Oleh karenanya, dia meminta pemerintah untuk menetapkan batasan yang jelas mengenai barang apa saja yang termasuk dalam kategori mewah.

“Ini penting untuk menghindari kesalahan pengenaan pajak pada barang yang sebenarnya merupakan kebutuhan bagi masyarakat menengah,” tukasnya.

Kepastian Kenaikan Tarif PPN Diumumkan Pekan Depan

Sebelumnya, pemerintah akan mengumumkan kepastian penerapan tarif pajak pertambahan nilai PPN 12 persen pada pekan depan.

Hal ini diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa (3/12/2024) malam setelah melakukan rapat koordinasi terbatas (rakortas) bersama sejumlah kementerian di antaranya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli.

Menko Airlangga bilang, dirinya akan melaporkan hasil rakortas tersebut ke Presiden Prabowo Subianto sehingga kemungkinan pengumuman PPN baru akan dilakukan pekan depan.

“Nanti diumumkan minggu depan. Disimulasikan dulu. Ini (hasil rakortas) kita laporkan ke beliau (Presiden),” ujarnya kepada wartawan.

Namun pada kesempatan itu, Airlangga tidak memberitahukan terkait keputusan tarif PPN untuk 2025 apakah akan dinaikkan tarifnya dari 11 persen menjadi 12 persen atau ditunda penerapannya.

Sumber : Kompas.com.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only