Para pengusaha merespons wacana pelaksanaan Program Pengampunan Pajak atau amnesti pajak (tax amnesty) jilid III.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Sarman Simanjorang mengatakan jika program ini akan dilaksanakan kembali, maka pemerintah perlu melakukan persiapan yang lebih komprehensif dan maksimal sehingga sasarannya betul-betul tercapai.
Hal ini berkaca pada program tax amnesty yang sudah dilaksanakan sebelumnya, yang dinilai tidak mencapai target atau tidak maksimal.
Sebagai pengingat, pemerintah melaksanakan program tax amnesty jilid I pada 2016-2017. Program tersebut diikuti oleh 956.793 wajib pajak dengan nilai harta yang diungkap mencapai Rp4.854,63 triliun.
Dari pengungkapan harta tersebut, negara menerima uang tebusan sebesar Rp114,02 triliun atau setara dengan 69 persen dari target Rp165 triliun.
Kemudian, tax amnesty jilid II digelar selama 6 bulan pada 1 Januari 2022-30 Juni 2022. Program ini diikuti oleh 247.918 wajib pajak dengan total harta yang diungkap mencapai Rp594,82 triliun. Adapun total pajak penghasilan (PPh) yang diraup negara mencapai Rp60,01 triliun.
Selain itu, Sarman mewanti-wanti jangan sampai program ini terkesan mencari-cari kesalahan pelaku usaha. Maka itu ia meminta pemerintah untuk memiliki data yang akurat dalam melaksanakan program tax amnesty jilid III ini.
“Jadi artinya bahwa memang pemerintah atau Kementerian Keuangan atau Dirjen Pajak harus memiliki data yang akurat, data yang memang bahwa disinyalir masih banyak para wajib-wajib pajak yang tanda kutip tidak transparan atau terbuka dalam hal ini, sehingga memang bahwa tax amnesty jilid III ini sesuatu yang urgen untuk dilakukan,” jelas dia kepada CNNIndonesia.com, Rabu (20/11).
Menurut Sarman, data yang akurat dalam tax amnesty diperlukan supaya para wajib pajak yang sudah mengikuti program ini sebelumnya tak perlu lagi diikutsertakan. Jika tidak, hal ini bisa memicu kegelisahan di antara pelaku usaha.
“Kalau begitu kan ini juga tidak bagus. Artinya bahwa nantinya orang makin taat, makin malah diperas atau katakanlah makin digerogoti. Jangan juga. Jadi artinya bahwa memang tujuan tax amnesty ini adalah yang tidak tersisir, yang memang sama sekali kemarin itu mereka tidak masuk dalam tax amnesty jilid I dan jilid II,” tutur dia lebih lanjut.
Ia menilai sesungguhnya pelaksanaan program tax amnesty bertujuan baik, salah satunya mengungkap wajib pajak yang selama ini menyembunyikan harta kekayaannya. Oleh sebab itu, menurutnya pemerintah harus memiliki data yang akurat bahwa masih ada potensi di tengah masyarakat para wajib pajak yang belum transparan dalam melaporkan harta atau pajaknya.
“Dengan kesadaran yang tinggi membayar pajaknya, sehingga tidak kena denda, tidak kena hukuman, sehingga ke depan mereka akan lebih taat pajak atau mungkin lebih terbuka dan melaporkan setiap tahun,” tutur Sarman.
“Kan sebenarnya tujuannya baik, tapi jangan sampai nantinya ini membuat suasana tidak kondusif bagi pengusaha,” tegasnya.
Ia meminta pemerintah melakukan sosialisasi dengan masyarakat sebelum melaksanakan program tersebut agar memastikan bahwa yang sudah mengikuti program ini sebelumnya tidak lagi menjadi target.
“Ini saya rasa sesuatu yang harus dilakukan oleh Kementerian Keuangan dalam hal ini sehingga tidak menjadi sesuatu yang membuat pelaku-pelaku usaha kita gelisah dengan program ini. Tapi bagaimana program ini bisa disambut baik, apalagi nanti kalau memang ini program mendapat suatu respon dan kesadaran yang tinggi dari para wajib pajak dan tentu ini akan bisa berpotensi untuk menambah pemasukan negara dalam hal ini,” pungkasnya.
Dalam Hasil Raker Prolegnas Prioritas RUU 2025 dan Prolegnas 2025, pemerintah dan DPR sepakat memasukkan Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak dalam daftar draf usulan Prolegnas RUU Prioritas 2025. Jika itu terealisasi, maka ini menjadi amnesti pajak jilid III sejak 2016 lalu.
Tax amnesty sendiri adalah penghapusan pajak yang seharusnya dibayar dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan. Langkah ini bisa menjadi opsi pemerintah untuk menarik uang dari para wajib pajak yang disinyalir menyimpan secara rahasia di negara-negara bebas pajak.
Pada pelaksanaan amnesti pajak sebelumnya, wajib pajak cukup melaporkan hartanya yang belum diungkap ke kantor pajak terdekat maupun secara online. Pelaporan dilakukan dengan menyerahkan surat pernyataan aset.
Berikutnya, wajib pajak harus membayar uang tebus sesuai nilai harta yang diungkap. Jika sudah membayar, Ditjen Pajak akan memproses pemberian fasilitas pemberian pajak, termasuk pembebasan dari sanksi pidana dan juga administrasi.
Sumber : cnnindonesia.com
Leave a Reply