SAAT debat Capres-Cawapres Pemilu 2024, pada 22 Desember 2023 lalu, Gibran Rakabuming menggunakan analogi “berburu di kebun binatang” saat berbicara soal menaikkan rasio pajak.
Analogi itu terbukti akurat. Pada 14 November lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Kebijakan tersebut membenarkan analogi tersebut.
Untuk menaikkan rasio pajak, pemerintah memang seperti berburu di dalam kebun binatang. Hanya saja, sasaran perburuan adalah binatang yang sudah kurus kering kerontang. Sementara binatang yang gemuk, bahkan obesitas, tidak menjadi sasaran.
Politik perpajakan di negara kita memang tidak berkeadilan: kelas menengah dan bawah ditumpuki berlapis-lapis beban pajak, sementara si super kaya diberi pengampunan pajak.
Kenaikan PPN 12 persen hanya kelanjutan dari politik pajak yang tidak berkeadilan.
Realitas Ketimpangan
Meskipun PDB Indonesia meningkat pesat dan termasuk 20 terbesar di dunia, tetapi sebagian besar kue ekonomi hanya dinikmati oleh segelintir orang.
Berdasarkan data INFID, 40-50 persen dari total pendapatan nasional dikuasai oleh hanya 10 persen masyarakat dari kelompok ekonomi teratas. Sementara 50 persen terbawah hanya menguasai 12-18 persen dari total pendapatan nasional.
Publikasi terbaru Center of Economic and Law Studies (Celios), Pesawat Jet untuk Si Kaya, Sepeda untuk Si Miskin, menyebutkan kekayaan 50 triliuner teratas Indonesia setara dengan kekayaan 50 juta orang Indonesia.
Kekayaan satu orang dari 50 triliuner tersebut setara dengan dua kali lipat dari realisasi pendapatan seluruh provinsi di Indonesia pada 2023. Total kekayaan dari 50 triliuner itu dua kali lipat dari realisasi pendapatan negara Rp 2.774,3 triliun.
Peningkatan jumlah orang kaya Indonesia termasuk yang paling laju di dunia. Sepanjang 2017-2022, jumlah Ultra High Net Worth Individual (UHNWI) Indonesia bertambah 58,7 persen. Dan jumlah ini diprediksi meningkat 17,1 persen pada 2017.
Sumber : kompas.com
Leave a Reply