Selain tarif PPN umum naik, mulai 2025 juga berlaku PPN bangun rumah sendiri hingga PPh UMKM
Masyarakat nampaknya harus bersiap. Tahun depan Direktorat Jendral (Ditjen) Pajak akan mulai menerapkan aneka kebijakan pajak yang berisiko memperberat beban masyarakat.
Pertama, kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%. Sejatinya kebijakan ini membuat beban pajak yang harus dibayarkan naik sebesar 9,0%.
Lewat media sosial X, masyarakat menganggap kebijakan tersebut akan menambah beban hidup, terutama mereka yang sudah menghadapi kenaikan harga barang dan jasa yang terus naik.
Kedua, PPN atas kegiatan membangun rumah sendiri (KMS), naik menjadi 2,4% sejalan dengan implementasi tarif PPN 12% mulai awal tahun depan. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61 Tahun 2022, tarif PPN KMS dihitung berdasarkan besaran tertentu yang merupakan hasil dari perkalian 20% dengan tarif PPN umum.
Ketiga, kenaikan beban pajak untuk wajib pajak orang pribadi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Mulai tahun depan, wajib pajak tak lagi diperbolehkan memanfaatkan tarif pajak penghasilan (PPh) final UMKM 0,5%.
Ini sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23/2018 tentang Pajak Penghasilan Atas Pengalihan dari Usaha Yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, bahwa pengenaan PPh final 0,5% paling lama 7 tahun masa pajak bagi wajib pajak orang pribadi UMKM terdaftar. Artinya, wajib pajak yang terdaftar sejak 2018 mulai gunakan tarif normal di 2025.
Keempat, perhitungan PPh lewat skema Tarif Efektif Rata-rata (TER). Pemerintah sudah menerapkan skema perhitungan PPh Pasal 21 tersebut sejak Januari 2024.
Setelah berlaku hampir satu tahun, masyarakat mengeluhkan skema ini. Di X, warga mengeluhkan besarnya potongan pajak yang membuat gaji, tunjangan hari raya (THR) dan bonus yang diterima lebih sedikit dari ekspektasi awal. Kian tinggi penghasilan bruto karyawan tetap, kena efek besar karena skema baru itu.
Konsumsi tertahan
Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto mengatakan, kenaikan tarif PPN akan menambah beban bagi masyarakat. “Kenaikan dari 11% jadi 12% nilai PPN yang dipotong 9%. Dampak sosial yang ditimbulkan harus diwaspadai,” kata Wahyu ke KONTAN, Rabu (20/11).
DIrektur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Reserach Institute Ariawan Rahmat menilai, kenaikan PPN akan membuat konsumsi barang dan jasa menurun. Imbasnya, ada penurunan produksi hingga pemutusan hubungan kerja (PHK).
Adapun Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyoroti kenaikan tarif PPN untuk KMS. Keniakan tarif ini akan menambah beban terutama bagi masyarakat yang ingin membangun rumah sendiri, meski akan terbatas pada kelompok tertentu saja.
Atas skema TER, Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro khawatir, lebih besarnya potongan pajak saat masyarakat memperoleh penghasilan tambahan dari bonus akhir tahun akan menahan konsumsi. Sebab, penghasilan yang diterima masyarakat lebih rendah dari ekspektasi.
Direktorat Jendral (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan sempat menyatakan bahwa akan mengevaluasi skema perhitungan TER perhitungan PPh 21. Namun, “Perubahan tarif TER PPh 21 dalam kajian internal Ditjen Pajak,” terang direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dwi Astuti saat dihubungi KONTAN, kemarin.
Aneka Beban Pajak 2025
- Kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dair 11% menjadi 12% berlaku, sesuai amanat Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Sejatinya kebijakan ini membuat beban pajak yang harus dibayarkan naik sebesar 9%.
- Kenaikan tarif PPN umum naik, maka PPN atas kegiatan membangun rumah sendiri (KMS), juga naik menjadi 2,4% dari tarif KMS sebelumnya yang sebesar 2,2%.
- Kenaikan beban pajak untuk wajib pajak orang pribadi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Mulai tahun depan, wajib pajak ini tak klagi diperbolehkan memanfaatkan tarid pajak penghasilan (PPh) final UMKM 0,5% lantaran tarif PPh final tersebut hanya boleh dimanfaatkan paling lama tujuh tahun masa pajak bagi wajib pajak orang pribadi UMKM terdaftar. Artinya, bagi wajib pajak yang terdaftar sejak 2018, akan mulai menggunakan tarif normal pada 2025.
- Perhitungan PPh Pasal 21melalu skema Tarif Efektif Rata-rata (TER). Pemerintah sudah menerapkan skema perhitungan PPh Pasal 21 dengan skema TER sejak Januari 2024. Namun kebijakan ini membuat potongan pajak dari penghasilan bulanan menjadi lebih besar.
Sumber : Harian Kontan, Kamis 21 November 2024, Hal 2
Leave a Reply