Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyarankan Sri Mulyani menghapus insentif pajak bagi perusahaan penghiliran nikel bila kembali menjabat Menteri Keuangan. Ia mengatakan tax holiday dan tax allowance untuk perusahaan penghiliran nikel yang berinvestasi di Indonesia tidak perlu dilanjutkan.
“Selain menjadi potential loss pajak, juga tidak sejalan dengan global minimum tax,” kata Bhima kepada Tempo, Selasa, 15 Oktober 2024.
Bhima mengatakan, belanja pajak pemerintah bisa tembus hingga Rp 350 per tahun. Namun, insentif ini tidak mampu mendorong industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, menurut Bhima, saat ini smelter nikel yang menggunakan teknologi pirometalurgi rotary klin-electric atau RKEF sudah oversupply. “Sehingga, tidak perlu menarik investor smelter baru melalui jor-joran insentif perpajakan,” tutur Bhima.
Sebelumnya, Sri Mulyani memang menjadi salah satu tokoh yang dipanggil presiden terpilih Prabowo Subianto di kediamannya pada Senin, 14 Oktober 2024. Sri Mulyani hadir di sana pukul 19.29 WIB dan keluar pada pukul 20.28 WIB. Di sana, Sri Mulyani mengaku berdiskusi cukup lama dengan Prabowo ihwal penyusunan kabinet. Ia juga mengkonfirmasi permintaan Prabowo agar dirinya kembali menjadi Menteri Keuangan.
Menyoal permintaan Prabowo kepada Sri Mulyani, Bhima berpendapat bahwa Sri Mulyani memang sosok yang berpengalaman. Perempuan yang pernah menjabat Direktur Pelaksana Bank Dunia itu sudah 13 tahun menjadi bendahara negara, terhitung sejak era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Bhima mengatakan reputasi internasional Sri Mulyani dengan lembaga kredit multilateral, seperti Bank Dunia, membuatnya mudah berkomunikasi dengan mitra keuangan global. “Defisit anggaran paska pandemi juga masih di bawah 3 persen, yang berarti Sri Mulyani memiliki komitmen disiplin fiskal,” ujar Bhima.
Sumber : Tempo.co
Leave a Reply