Mencemari Ruang Fiskal dari Kebijakan PPh Badan

Pemerintahan Prabowo Subianto membuka wacana penurunan tarif pajak penghasilan (Ph) badan dari 22% menjadi 20%. Dengan tarif yang lebih rendah, kepatuhan membayar pajak diharapkan meningkat.

Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojo hadikusumo, Senin (7/10) mengatakan, tarif PPh badan di Indonesia akan mendekati Singapura dan Hongkong yang saat ini tercatat masing-masing 17% dan 16,5%. Dengan tarif yang rendah ini, pihaknya beharap korporasi lebih patuh membayar pajak.

Dihubungi terpisah, Wakil Komandan Tim Kampanye Nasional Pemilih Muda (TKN Fanta) Prabowo-Gibran, Anggawira menambahkan, ada sejumlah pertimbangan yang membuat Prabowo ingin memangkas tarif PPh badan dari 22% menjadi 20%.

Pertama, untuk meningkatkan daya saing global. Ia menyebut, banyak negara di Kawasan dan secara global telah menurunkan tarif PPh badan untuk menarik lebih banyak investasi asing. “Penurunan tarif ini bertujuan meningkatkan daya saing Indonesia sebagai destinasi Investasi,” ujar dia, Senin (7/10) lalu.

Kedua, sebagai stimulus bagi dunia usaha. Tarif pajak yang lebih rendah dapat memberi ruang bagi perusahaan untuk meningkatkan investasi, ekspansi bisnis dan penciptaan lapangan kerja, yang akhirnya mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

Ketiga, penurunan tarif PPh badan diyakini bisa meningkatkan kepatuhan pajak. Ia menilai, dengan menurunkan tarif tersebut, maka ada potensi peningkatkan kepatuhan pajak. Ia menilai, dengan menurunkan tarif tersebut, maka ada potensi peningkatan kepatuhan pajak lantaran beban pajak perusahaan lebih ringan, “Sehingga dorongan untuk menghindari pajak berkurang,” kata Anggawira.

Keempat, mendorong pertumbuhan korporasi. Anggawira mengatakan, sektor korporasi yang kuat akan menjadi motor pertumbuhan ekonomi. Penurunan tarif PPh badan diharapkan mampu mendorong korporasi dalam meningkatkan produktivitas dan kinerja finansial. “Meskipun akan menurunkan oenerimaan negara dalam jangka pendek, diharapkan dapat berdampak positif bagi perekonomian dalam jangka Panjang melalui penigkatan investasi dan aktivitas ekonomi.” Tambah Anggawira.

Meski begitu, ia bilang kemungkinan besar kebijakan itu tidak langsung diterapkan pada tahun depan. Sebab, kebijakan perpajakan memerlukan kajian secara menyeluruh, baik dari segi dampak terhadap penerimaan negara maupun kesiapan dunia usaha.

Pemerintahan Prabowo juga akan mempertimbangkan penerapaan secara bertahap. Namun hal itu akan dijalani setelah mengevaluasi kondisi ekonomi, proyeksi penerimaan negara, serta konsultasi dengan pelaku usaha.

Efek penurunan Tarif

Pengamat Pajak sekaligus Kepala Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai pemangkasan tarif PPh badan bisa berdampak kepada penerimaan pajak ke depan. Selama ini penerimaan PPh badan menjadi salah satu contributor besar dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Catatan Kementrian Keuangan, pada Januari – Agustus 2024, penerimaan PPh badan dan menjadi penyumbang terbesar kedua penerimaan pajak yakni 17,8%. Itu pun setoran PPh badan terkontraksi 31,2% (yoy).

“Jadi, dengan kontribusinya yang besar, maka ada risiko penurunan ruang fiskal ketika pemerintah menurunkan tarif PPh badan, “Ujar Fajry.

Direktur Eksekutif Pratama Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengemukakan, logika yang mendasari kebijakan penurunan tarif PPh Badan adalah agar beban pajak para wajib pajak semakin berkurang.

Dengan begitu, diharapkan semakin banyak wajib pajak badan yang membayar tarif badan yang membayar tarif 20%. Oleh karena, itu Prianto tidak melihat penurunan tarif PPh Badan tersebut ikut menurunkan realisasi penerimaan pajak.

“Dengan asumsi beban PPh badan di setiap wajib pajak badan akan turun, tapi jumlah wajib pajak badan Naik, secara agrerat total penerimaan PPh Badan tetap dapat meningkat,” tambah Prianto.

Sumber : Harian Kontan, Rabu 09 Oktober 2024. Halaman 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only