Bank Dunia menyepakati pemberian dukungan keuangan kepada pemerintah Indonesia senilai US$ 750 juta atau setara Rp 11 triliun (kurs Rp 14.700 per dolar AS) pada 17 Juni 2022 untuk mendukung kelanjutan reformasi sektor perpajakan di Tanah Air.
“Pinjaman ini untuk meningkatkan pendapatan pajak, memperkuat sistem perpajakan menjadi lebih merata, serta memperkuat kelembagaan dalam melakukan perencanaan dan belanja pembangunan yang lebih efisien,” jelas Bank Dunia dalam keterangan yang dikutip pada Senin (27/6/2022).
Terlepas dari kemajuan pembangunan yang capai Indonesia dalam beberapa dekade terakhir, Bank Dunia menilai Indonesia masih menghadapi tantangan, khususnya pascapandemi Covid-19. Ini terutama dalam upaya mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inkkusif.
Tantangan tersebut muncul disebabkan oleh tingkat penerimaan pajak yang lebih rendah dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Demikian juga terkait belanja anggaran pembangunan untuk investasi publik, kesehatan, dan perlindungan sosial.
“Oleh karenanya, reformasi kebijakan dan administrasi pajak serta belanja publik merupakan prasyarat penting bagi pemerintah untuk dapat melaksanakan prioritas pembangunan,” jelas Bank Dunia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, sejak 2019, pemerintah Indonesia telah berfokus pada reformasi pajak dan belanja publik.
“Dukungan dari Bank Dunia akan membantu memperkuat kesinambungan fiskal pemerintah Indonesia, berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang luas pascapandemi, dan membantu mengurangi kemiskinan,” jelas Sri Mulyani dalam siaran pers Bank Dunia.
Dua Pilar
Dukungan Bank Dunia dalam Indonesia Fiscal Reform Development Policy Loan, akan mendukung Indonesia mengatasi tantangan utama penerimaan dan belanja negara melalui dua pilar.
Pilar pertama bertujuan meningkatkan penerimaan melalui peningkatan tarif pajak pertambahan nilai (PPN), khususnya individu yang berpenghasilan tinggi, dan dengan merasionalkan pembebasan pajak.
Pilar ini juga akan memperkenalkan pajak karbon yang akan mendukung ekonomi rendah karbon dengan mengenakan pajak emisi dari pembangkit listrik tenaga batu bara.
Pilar kedua bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas belanja negara dengan memperkuat kapasitas pemerintah daerah dalam hal sistem transfer fiskal, memperkuat hubungan antara perencanaan dan penganggaran, dan bagaimana anggaran dilaksanakan.
“Upaya ini, akan membantu meningkatkan pendanaan untuk daerah yang lebih padat penduduknya, meningkatkan hasil belanja pembangunan, dan lebih selaras dengan prioritas pembangunan nasional”ucap Menkeu.
Sementara itu, Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Satu Kahkonen mengatakan, pandemi telah mempersempit ruang fiskal untuk belanja pembangunan Indonesia karena pendapatan negara yang rendah.
Dengan membantu meningkatkan kualitas pengeluaran melalui pembiayaan, kata Kahkonen akan melengkapi reformasi signifikan yang telah dilakukan Indonesia untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan hasil pembangunan, dan juga akan membantu transisi Indonesia menuju energi rendah karbon dan berkelanjutan.
Selain itu, pembiayaan baru ini sejalan dengan Country Partnership Framework (CPF) Bank Dunia untuk Indonesia 2021-2025, khususnya tujuan strategis terkait penguatan daya saing dan ketahanan ekonomi serta peningkatan infrastruktur melalui pengenalan pajak karbon.
Sumber: investor.id
Leave a Reply