Pajak Jual Beli Valas

Jual beli mata uang asing untuk tujuan mencai keuntungan alias trading forex kena potong PPh final. Pajak dihitung dari keuntungan satu tahun.

Jual beli mata uang asing sudah menjadi kelaziman di masyarakat. Biasanya jika ada kebutuhan untuk ke luar negeri, seperti ke negara-negara Eropa, kita perlu beli euro. Untuk itu, secara bersamaan kita menjual mata uang yang kita miliki, misalnya USD.

Tapi, ada juga orang melakukan jual beli mata uang untuk meraup keuntungan. Istilahnya trading forex. Kini jual beli valas itu dilakukan secara online, baik sendiri ataupun melalui broker tertentu.

Nah, lantaran ada keuntungan yan diterima, maka cuan yan diperoleh akan dikenai pajak. Menurut Ariston Tjendra, pengamat pasar keuangan, tidak ada pajak khusus yang dipungut dari trading forex. “Setahu saya, untuk trading forex secara khusus tidak ada pajaknya. Yang ada adalah pajak penghasilan pribadi PPh 21. Jadi bila kita memperoleh keuntungan dari forex setiap bulan, kia harus membayar pajak penghasilan,” kata Ariston.

Agus S. Lihin, konsultan pajak, mengatakan hal yan sama. Ia lebih memerinci bahwa berdasarkan Pasal 4 ayat 1 huruf I Undang-Undang Nomor 36 ahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan pada setiap penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, salah satunya keuntungan selisih kurs mata uang asing.

Lebih lanjut ia memaparkan, tarif pajak untuk wakon pajak orang pribadi (WP orang pribadi) dalam negeri yang untung karena selisih kurs mata uang asing atau trading valas mengikuti ketentuan dalam tarif PPh umum. Yaitu, Pasal 17 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 itu.

Lebih jelasnya, aturan tersebut menyebutkan: Jika keuntungan selama setahun kurang dari Rp 50 juta dikenai pajak 5%. Jika keuntungan Rp 50 juta hingga Rp 250 juta kena 15%. Lalu jika untung Rp 250 juta hingga Rp 500 juta dikenai 25%. Apalagi dapat laba di atas Rp 500 juta kena pajak 30%.

Hal yang sama juga berlaku apabila trading dilakukan di luar negeri. Yakni, “Atas keuntungan yang didapat dari trading di luar negeri dilaporkan ke dalam pelaporan SPT tahunan PPh,” kata Agus.

Agus menambahkan, pajak yang dikenakan pada trading forex berbeda dengan deposito. Pajak deposito dipotong oleh bank. Begitu pula dengan bunga obligasi yang dipotong oleh perusahaan penerbit obligasi.

“Untuk keuntungan forex dikenakan PPh tarif umum yang bersifat tidak final. Sedangkan bunga deposito, bunga obligasi, penjualan saham di bursa efek dikenakan PPh final,” papar Agus.

Contohnya, Tuan A seorang karyawan, status kawin dan anak tiga, mendapatkan penghasilan neto dari gaji karyawan selama setahun di tahun 2020 sebesar Rp 600 juta, PPh 21 yang dipotong oleh perusahaan sebesar Rp 101.600.000.

Di samping gaji itu, Tuan A mendapatkan keuntungan dari trading forex sebesar Rp 100 juta. Maka, jumlah penghasilan neto Rp 600 juta ditambah Rp 100 juta, jadinya Rp 700 juta.

Dikarenakan Tuan A sudah menikah dan memiliki tiga anak, penghasilan yang tidak kena pajak (PTKP) yang diterapkan adalah PTKP (K/3) yaitu Rp 72 juta. Itu artinya penghasilan yang kena pajak adalah Rp 700 juta dikurangi Rp 72 juta atau sebesar Rp 628 juta.

Nah secara berjenjang untuk PPh terutang sebesar 5% dikalikan Rp 50 juta yaitu Rp 2,5 juta. Lalu, Rp 200 juta dikenai pajak 15% sehingga pajaknya Rp 30 juta. Kemudian Rp 250 juta dikalikan 25%, yakni Rp 62,5 juta. Sisanya yaitu Rp 128 juta dikalikan 30% adalah Rp 38,4 juta. Maka jumlah hasilnya Rp 133,4 juta.

Nilai pajak itu dikurangi dengan kredit pajak PPh 21 yang telah dipotong perusahaan. Yaitu: Rp 133,4 juta dikurangi Rp 101,6 juta. Artinya, Tuan A kurang membayar pajak sebesar Rp 31,8 juta, dan itu harus dilunasi.

“Karena mekanisme pengenaan pajaknya, pihak wajib pajak yan harus melaporkan sendiri berapa keuntungan selama setahun. Jadi keuntungan forex yang diterima selama setahun itu yang dilaporkan di SPT tahunan,” kata Agus.

WP badan kena 22%

Bukan cuma WP orang pribadi yang dikenai pajak saat menerima keuntungan trading forex. WP badan juga harus melapokan keuntungan dari keuntungan nilai tukar mata uang asing.

Agus mengatakan, untuk WP badan, apabila mendapatkan keuntungan atas trading forex dikenai tarif PPh sebesar 22% untuk tahun 2020 dan 2021. Sementara, untuk tahun 2022 dikenai tarif sebesar 20% yang sebelumnya dikenai tarif sebesar 25%. Hal ini berdasarkan pada aturan perundangan mengenai dipercepatnya pemberlakuan penurunan tarif pajak PPh Badan, yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020.

Jadi, untuk WP orang pribadi maupun WP badan yang mengalami keuntungan atas trading forex, baik itu trading sendiri maupun tidak, maka keuntungannya itu yang dikenakan PPh,” ujar Agus.

Agus memberikan contoh perhitungan untuk WP badan. Misalnya saja PT A, perusahaan importir mesin yang memiliki omzet setahun di tahun 2020 sebesar Rp 60 miliar. Perusahaan ini menggaet keuntungan laba operasi usaha sebesar Rp 3 miliar dan mendapakan keuntungan dari transaksi forex sebesar Rp 500 juta.

Maka, jumlah penghasilan kena pajak adalah Rp 3 miliar ditambah Rp 500 juta, yaitu totalnya Rp 3,5 miliar. Alhasil, PPh terutang adalah 22% dikalikan Rp 3,5 miliar atau sebesar Rp 770 juta.

“Dalam laporan SPT, bagi WP badan dilaporkan di laporan laba rugi perusahaan di penghasilan lain-lain atau penghasilan dari luar usaha dan digabungkan dengan penghasilan dari usaha,” jelas Agus.

Sumber: Tabloid Kontan, 19 Apr-25 Apr 2021 hal 3

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only