Pemulihan Ekonomi Bergantung Keberhasilan Penanganan Virus Corona

Jakarta – Di tengah ketidakstabilan kondisi ekonomi akibat pandemi virus corona saat ini, pemerintah diminta tidak mengeluarkan kebijakan menaikan cukai ataupun pajak. Baik cukai rokok maupun cukai cukai produk lainnya.

Kebijakan tersebut hanya pantas dikeluarkan kalau kondisi ekonomi dan negara dalam keadaan stabil. Sementara saat ini negara sedang menghadapi masalah ekonomi dan masalah kesehatan yang mengancam keselamatan jiwa manusia. Yakni dengan masih merebaknya wabah Covid 19.

Bukan hanya terjadi di Indonesia tapi juga hampir di seluruh dunia. Untuk menjaga stabilitas ekonomi ini pemerintah harus melindungi seluruh sektor ekonomi. Jika ada perusahaan yang masih bisa melakukan eksport , dipersilahkan dan diberikan insentif.

“Niat menaikkan cukai, pajak, dan sebagainya itu kan asumsi sebelum (terjadi wabah) corona. Jadi mengapa dipertahankan? (kebijakan tersebut) Sekarang sudah tidak relevan. Jangan hanya rokok saja yang dibicarakan, tapi seluruh sektor industri lainnya, karena ini tidak relevan, bahkan harusnya diberi insentif,” ungkap Pengamat Pertanian Didin S Damanhuri dalam keterangfan tertulis di Jakarta, Selasa (7/4/2020).

Menurut Didin, pemulihan maupun pertumbuhan ekonomi di Indonesia sangat bergantung pada keberhasilan pemerintah menangani penyebaran Covid 19. Juga sangat tergantung kepada keberhasilan kita maupun negara negara lain menemukan obat anti atau vaksin Covid 19.

“Jadi, bahasanya, pemerintah harus melawan corona dan dampak ekonominya. Jadi jangan lupa, kalau kita berhasil melawan corona itu adalah recovery strategy juga untuk ekonomi,” ujar Didin.

Didin menyatakan, untuk Indonesia, selain kita tergantung pada obat anti Covid dari Amerika atau Cina yang tidak mudah ditemukan, juga tergantung dari efektiftas penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang ditetapkan pemerintah.

Untuk PSBB, Indonesia memiliki problem efektivitas penggunaan dan penyerapan dana PSBB sebesar Rp 70 Triliun untuk melawan corona ini apakah tepat sasaran dan tidak bocor..

“Jadi problemnya adalah 2 variabel, variabel efektivitas PSBB yang dananya relatif kecil dibanding dunia lain dalam menghadapi covid ini yang bisa ratusan Triliun. Kita terbalik, untuk coronanya 70 T dan untuk insentif ekonominya 150. Makanya saya lagi kampanye setidak-tidaknya sekarang dibalik, menghadapi Covid 19 ini lebih baik yang 150 T dan nanti bisa ditingkatkan kalau ada skenario kondisi paling buruk terjadi, “ tutur Didin.

Didin melihat, pemerintah saat ini harusnya memprioritaskan penanganan dan perlindungan masyarakat dari penularan maupun wabah Covid 19.

Karena itu dana yang disediakan harusnya diprioritaskan untuk penanganan pencegahan masyarakat dari penularan Covid 19 lebih banyak dibandingkan untuk perbaikan ekonomi.

Dengan diprioritaskannya dana untuk pencegahan Covid 19 maka pemerintah bisa menyediakan alat pelindung diri (APD) yang banyak untuk tenaga kesehatan, penyediaan kamar perawatan untk pasien yang tertular Covid 19, memproduksi masker yang cukup unuk masyarakat dan sebagainya.

“Jadi, kalau kita bayangkan untuk corona kita produksi masker yang masal, kemudian APD masal, dokter, perawat, rumah sakit disubsidi, dan itu ada spending tetapi spending itu adalah perputaran uang dan itu menyelamatkan nyawa manusia sekaligus menyelamatkan untuk sektor-sektor ekonomi sebenarnya. Jadi, jangan pendekatannya cost tapi ini human investment, ini adalah sebuah penyelamatan orang-orang unggul bahkan dokter dan perawat,” ujar Didin.

Sumber: Liputan6.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only