JAKARTA. Pemerintah akan kembali membanjiri pasar keuangan dalam negeri dengan Surat Berharga Negara (SBN) pada paruh kedua 2019. Kementerian Keuangan (Kemkeu) masih memiliki target penerbitan SBN baru, dengan nilai gross Rp 292,75 triliun. Namun investor harus jeli, karena imbal hasil SBN pada periode ini diprediksi dalam tren penurunan.
Sebagai gambaran, tahun ini, pemerintah punya alokasi penerbitan SBN sebesar Rp 825,70 triliun. Dalam enam bulan pertama 2019, penerbitan SBN gross sebanyak 54,93% dari target atau sekitar Rp 532,95 triliun.
Direktur Surat Utang Negara Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemkeu Loto Srinaita Ginting menjelaskan, alokasi penerbitan netto tahun ini Rp 388,96 triliun. Dari jumlah itu, telah terealisasi Rp 194,96 triliun atau 50,12% dari target.
Kemkeu kemungkinan merealisasikan seluruh sisa kuota SBN di 2019. Pasalnya, kinerja pendapatan negara kemungkinan di bawah target alias shortfall.
Kemkeu akan merealisasikan sisa kuota SBN dengan beberapa cara. Pertama, dengan melakukan lelang rutin SBN setiap bulan. Untuk Juli hingga September 2019 mendatang, target lelang SBN Rp 185 triliun.
Kedua, Kemkeu juga akan melepas beberapa lima SBN ritel. Itu terdiri dari penerbitan savings bond ritel (SBR) sukuk tabungan yang masing-masing menerbitkan obligasi negara ritel (ORI) satu kali. “Terdekat, kami akan meluncurkan SBR seri SBR007 yang akan ditawarkan pada 11-25 Juli 2019,” terang Loto, Jumat (5/7) pekan lalu.
Loto masih merahasiakan target penerbitan obligasi ritel tersebut. Loto hanya memastikan seluruh sisa SBN tersebut akan terbit dalam denominasi rupiah. “ Penerbitan SBN valuta asing di pasar internasional untuk pembiayaan APBN 2019, sudah selesai dilaksanakan,” terang Loto.
Kupon turun
Ekonom Samuel Sekuritas Ahmad Mikail menganalisa, Kemkeu memiliki kondisi positif untuk penerbitan SBN pada semester kedua ini. Pemerintah berpeluang menekan kupon SBN. “Pasar keuangan sedang kondusif,” ujar Ahmad. Minggu (7/7).
Dari sisi eksternal ketegangan perang dagang Amerika Serikat (AS)-China menunjukkan progres membaik dan memberikan harapan sengketa segera selesai. Federal Reserve (The Fed) juga masih berencana menurunkan suku bunga acuan tahun ini.
Apalagi lembaga pemeringkat utang Standard & Poor’s (S&P) menaikkan derajat obligasi domestik menjadi BBB+ dari BBB- bulan lalu. “Sejauh ini risiko kecil, (mata uang) yuan masih terjaga maka ruoiah sehat,” papar Ahmad. Ia juga memprediksi Bank Indonesia (BI) kemungkinan akan memangkas suku bunga acuan atau BI Seven Days Reverse Repo Rate (B17-DRRR).
Perhitungan Ahmad, yield obligasi ritel sampai dengan akhir tahun bisa turun menjadi 8%-8,1% untuk tenor tiga tahun. Saat ini, yield tersebut berada di area level 8,3%.
Ahmad juga mengingatkan masih ada sentimen yang dapat mengganggu SBR ritel. Pemerintah menargetkan defisit tahun ini di level 1,8% masih bisa melebar lantaran kontribusi penerimaan pajak bisa berkurang dari yang dipatok 15% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Walhasil, salah satu solusinya lewat peningkatan pendapatan dari SUN. Jika skenario ini terjadi, Ahmad memperkirakan defisit APBN bisa mencapai 2,5%. Peningkatan penerbitan SUN harus diimbangi dengan menjaga atau memperbesar yield.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati meyakini penerbitan SBN akan berjalan lancar pada semester II-2019. Namun, pemerintah harus waspada karena rasio utang hampir mendekati level maksimal, 30% terhadap PDB. “Laju ekonomi tahun ini akan di bawah target 5,3%, sehingga kenaikan PDB tak sesuai harapan,” jelas Enny.
Ekonom Center of Reform on Economics (Care) Piter Abdullah juga mengingatkan, kondisi likuiditas di pasar domestik yang semakin ketat berpotensi ganggu penerbitan SBN. Pengetatan ini ditandai dengan semakin berkurangnya peminat lelang SBN.
Pada Juni lalu, peminat lelang SBN hanya Rp 120,81 triliun, berkurang dibanding sebulan sebelumnya yang mencapai Rp 147,99 triliun.
Sumber : Harian Kontan
Leave a Reply