Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan sesi 1, hari ini Kamis (28/3/2019), dengan penguatan tipis sebesar 0,06% ke level 6.448,66
Di lain pihak, kinerja mayoritas bursa saham utama kawasan Asia bergerak bervariatif: indeks Hang Seng naik 0,03%, indeks Straits Times naik 0,25%, indeks Shanghai turun 0,26%, indeks Nikkei turun 1,44%, dan indeks Kospi turun 0,6%.
Penguatan IHSG nampaknya dimotivasi oleh ekspektasi pelaku pasar bahwa negosiasi dagang antara AS-China dapat segera mencapai kesepakatan.
Hari ini perwakilan dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin sedang berada di Beijing dan bertemu Wakil Perdana Menteri China Liu He untuk membahas kelanjutan negosiasi dagang AS-China.
Seperti yang diketahui, Presiden AS Donald Trump berencana memberlakukan bea masuk atas impor Negeri Tiongkok sebesar US$ 250 miliar untuk memaksa China untuk lebih terbuka dan berhenti melakukan praktik dagang yang melindungi industri dalam negeri.
Pertemuan hari ini diperkirakan akan membawa perkembangan yang menggembirakan, pasalnya menurut salah satu pejabat senior administrasi Washington, para perunding telah membuat kemajuan terkait detil perjanjian tertulis untuk menjawab kekhawatiran AS, dilansir dari Reuters.
Pertemuan hari ini diperkirakan membahas perjanjian di di beberapa aspek termasuk transfer teknologi paksa, pencurian data lewat dunia maya, hak kekayaan intelektual, nilai tukar mata uang, hambatan non-tarif.
“Jika Anda melihat teks perjanjian hari ini dibandingkan dengan bulan lalu, kami telah bergerak maju hampir di keseluruhan aspek, meskipun belum sampai pada hasil akhir yang kami harapkan,” ujar seorang pejabat AS, dilansir Reuters.
Pejabat tersebut juga mengatakan diskusi mengenai penghapusan kewajiban transfer teknologi, seperti yang diinginkan Trump, sedang dalam proses pembahasan yang lebih spesifik dan mendalam.
Jika, akhirnya beberapa kekhawatiran kedua belah negara dapat disepakati dalam pertemuan minggu ini, maka besar harapan pertengkaran negara dengan ekonomi terbesar pertama dan kedua ini dapat diakhiri dalam waktu dekat, pertengahan tahun.
Di lain pihak, pergerakan pelaku investor nampaknya masih tetap dihantui isu resesi ekonomi AS. Pada Kamis, yield obligasi pemerintah AS bertenor tiga bulan masih lebih tinggi 8,5 basis poin dibandingkan tenor 10 tahun, fenomena ini dikenal dengan nama inversi yield.
Fenomena inversi membatasi pelaku pasar karena inversi merupakan salah satu indikator dari potensi datangnya resesi di AS.
Pasalnya, dalam tiga resesi terakhir di AS (1990, 2001, dan 2007), selalu terjadi inversi pada tenor 3 bulan dan 10 tahun yang sebelumnya didahului inversi pada tenor 3 dan 5 tahun. Berbicara mengenai inversi pada tenor 3 dan 5 tahun, hal ini sudah terjadi pada 3 Desember 2018 silam.
Jika tanda-tanda inversi telah muncul, tentu pelaku pasar enggan menggelontorkan dana ke instrumen berisiko, terlebih lagi instrumen berbasis rupiah. Ketakutan ini dapat terlihat pada perilaku investor asing yang membukukan aksi jual bersih di pasar reguler IHSG sebesar Rp 33,96 miliar.
Emiten-emiten yang dijual investor asing adalah PT Paninvest Tbk/PNIN (Rp 34,26 miliar), PT United Tractors Tbk/UNTR (Rp 27,34 miliar), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (Rp 18,57 miliar), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 13,46 miliar), PT Astra International Tbk/ASII (Rp 11,18 miliar).
Sumber: CNBC Indonesia
Leave a Reply