Jakarta – Calon presiden Prabowo Subianto kembali mengkritik pemerintah soal utang. Pekan lalu dia menyatakan Menteri Keuangan sebagai menteri pencetak utang.
Menurut ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira, Indonesia telah melakukan utang sejak era presiden Soekarno. Dia menilai penyebutan Menteri Keuangan sebagai pencetak utang terlalu berlebihan.
“Sejak zaman soekarno kita sudah memiliki utang dalam bentuk pinjaman dengan negara mitra. Era suharto Menteri Keuangannya juga punya utang. Saya nggak setuju sih kalau kritiknya pencetak utang itu terlalu personal,” ujar Bhima saat ditemui usai diskusi Ekonomi Indonesia Pasca Pilpres 2019 di bilangan Jakarta Selatan, Senin, 28 Januari 2019.
Menurut Bhima, kritik lebih tepat ditujukan untuk alokasi utang yang kurang tepat. Saat ini utang melonjak namun pertumbuhan ekonomi maupun ekspor tak meningkat. “Nah kritiknya itu. Lebih kepada manajemen utangnya sebenarnya,” ucap Bhima.
Bhima menilai utang merupakan hal yang sah dilakukan selama APBN defisit. “Selama APBN kita itu defisit, maka selama itu pula kita menutup defisit dengan pembiayaan utang. Saya kira pak Prabowo mengkritik Menteri Keuangan sejak era Soekarno,” kata Bhima.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada Rabu, 23 Januari, memastikan bahwa selama ini pengelolaan utang sebagai instrumen keuangan untuk membiayai anggaran dilakukan secara hati-hati dan bertanggung jawab. “Dibicarakan secara transparan. Bukan ujug-ujug, tidak ugal-ugalan,” kata Sri Mulyani di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 23 Januari 2019.
Sri Mulyani juga meminta supaya data perbandingan utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dibandingkan dengan data negara lain. Rasio utang terhadap PDB di Indonesia yang sebesar 30 persen dianggapnya tidak tinggi. Kendati demikian, dia memastikan pemerintah akan tetap berhati-hati.
Dalam Dokumen APBN Kita Edisi Januari 2019 dipaparkan posisi utang pemerintah pusat per akhir Desember 2018 mencapai Rp 4.418,3 triliun. Angka tersebut naik 10,6 persen dibanding akhir Desember 2017 sebesar Rp 3.995,25 triliun.
Sumber : tempo.co
Leave a Reply