Jakarta — Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menargetkan pembayaran divestasi PT Freeport Indonesia sebesar 51,23 persen oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum bisa selesai sebelum 15 Desember mendatang. Seluruh kelengkapan untuk divestasi di dalam negeri perlahan dikantongi satu per satu.
Adapun kelengkapan terakhir yang sudah dimiliki yakni mengenai rezim perpajakan yang dianut Freeport. Rini mengaku sudah berbicara dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada pekan ini terkait masalah perpajakan Freeport yang sedianya akan dicantumkan di dalam Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Ia memastikan, skema perpajakan Freeport akan berbentuk prevailing, yakni mengikuti ketentuan perpajakan saat ini.
Dengan ketentuan prevailing, maka tarif Pajah Penghasilan (PPh) badan Freeport akan mengikuti ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 yakni 25 persen dari Penghasilan Kena Pajak (PKP). Artinya, PPh yang dibayarkan Freeport lebih kecil dari rezim Kontrak Karya (KK) yakni 35 persen.
Di sisi lain, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) diharapkan bisa lebih baik. Sebab, IUPK operasi produksi seperti Freeport akan dibebankan iuran tetap sebesar US$4 per hektare per tahun.
Tak hanya itu, terdapat pula iuran produksi emas, perak, dan tembaga yang dipatok 3,75 persen per kg, 3,25 persen per kg, dan 4 persen per ton. Angka ini lebih besar dari kewajiban Freeport di KK yakni 1 persen dari produksi emas dan perak dan 3,5 persen dari produksi tembaga.
Di samping itu, pemerintah juga mendapat PNBP sebesar 10 persen dari keuntungan bersih per tahunnya, dengan rincian 4 persen bagi pemerintah pusat dan 6 persen bagi pemerintah daerah.
“Tadi kami baru bicara dengan Menteri Keuangan bahwa semua perpajakan telah beres. Jadi sekaramg kami targetkan sebelum tanggal 15 Desember kami bisa melakukan pembayaran,” jelas Rini di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (5/12).
Setelah melakukan pembayaran, rencananya Inalum akan mencatatkan kepemilikan Freeport sebesar 51 persen di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Setelah itu, Kementerian BUMN akan menemani Inalum untuk membawa dokumen Kementerian Hukum dan HAM kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai bukti bahwa IUPK baru bisa diterbitkan.
“Harus satu hari itu, dari pagi sampai sore harus beres, insyallah. Kami juga sudah berbicara dengan Kementerian Hukum dan HAM agar semuanya lancar, doakan saja,” pungkas Rini.
Restu KLHK
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno memastikan sejumlah persyaratan untuk pembayaran transaksi saham Freeport sudah rampung. Salah satunya peta jalan pengelolaan limbah dan lingkungan hingga 2024 yang disusun Freeport Indonesia dan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK).
Penyelesaian masalah lingkungan merupakan salah satu rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH).
“Dari pemerintah semua sudah beres. (Peta jalan) dengan KLHK juga sudah keluar,” kata Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Gedung DPR.
Namun, menurut Fajar, Kementerian BUMN hingga kini masih menunggu penyelesaian dokumen pelaporan persaingan usaha (anti-trust filling) Freeport-McMorran sebelum memberikan lampu hijau kepada Inalum untuk membayar transaksi divestasi saham PT Freeport Indonesia. Freeport-McMorran harus memperoleh izin dari otoritas persaingan usaha di lima negara sebelum merampungkan transaksi tersebut, antara lain Indonesia, Jepang, Korea Selatan, China dan Filipina.
“Freeport sudah beres. Tinggal bayar, menunggu persetujuan (otoritas) persaingan usaha,” ujar Fajar.
Seperti yang telah dipaparkan perseroan sebelumnya, Fajar mengungkapkan, perseroan telah siap membayar transaksi senilai US$3,85 miliar. Dana diperoleh dari hasil penerbitan obligasi global senilai US$4 miliar pada bulan lalu.
“Uangnya sudah ada, tinggal bayar,” ujarnya.
Mengingat hingga kini proses transaksi divestasi belum rampung, Kementerian ESDM kembali memperpanjang IUPK Sementara Freeport Indonesia selama sebulan hingga 31 Desember 2018. Perpanjangan tersebut merupakan aksi yang kesembilan kalinya.
“(IUPK Sementara) Freeport sudah diperpanjang sebulan,” ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi di kantornya.
Indonesia dipastikan bisa mendapat mayoritas saham Freeport setelah melakukan negosiasi ihwal kepastian operasional, masalah rezim perpajakan, dan kepastian pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter). Pembayaran transaksi jual beli saham Freeport Indonesia sendiri harusnya ditargetkan terealisasi November silam.
Dari rencana kepemilikan sebesar 51,23 persen, pemerintah telah mengalokasikan 10 persen saham Freeport untuk Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Mimika. Hal itu sesuai penandatangan perjanjian antara Inalum dengan Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Mimika pada 12 Januari 2018 lalu.
Setelah proses divestasi rampung, pemerintah bisa menerbitkan IUPK permanen yang berlaku untuk 2 x 10 tahun setelah habis masa kontrak pada tahun 2021.
Sumber : cnnindonesia.com
Leave a Reply