JAKARTA — Kementerian Keuangan merilis aturan baru penyederhanaan aturan dan peningkatan pengawasan di Kawasan Berikat. Beleid baru tersebut mulai efektif berlaku pada Senin (26/11/2018).
Aturan baru yang diterbitkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) itu ditujukan untuk meningkatkan investasi dan mendorong pertumbuhan ekspor. Aturan tersebut termaktub dalam Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Bea dan Cukai Nomor PER-19/BC/2018 tentang Tata Laksana Kawasan Berikat yang merupakan turunan dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131/PMK.O4/2018 tentang Kawasan Berikat.
DJBC bermaksud melakukan rebranding terhadap Kawasan Berikat, dengan tujuan memberikan kepastian dan berbagai kemudahan kepada pengguna jasa.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menyatakan peluncuran aturan baru ini menjadi langkah strategis DJBC dalam mendorong ekspor.
“Kami, regulator, sudah berusaha yang terbaik. Menteri Keuangan (Menkeu) selalu memecut agar kita reformasi karena salah satu stigma birokrat kadang lambat, tidak mau usaha keras. Selalu diupayakan agar bea cukai lebih bagus supaya betul-betul kita memberi yang terbaik,” ujarnya, Selasa (27/11).
Mardiasmo melanjutkan Kemenkeu berusaha untuk dapat terus memberi insentif dan kemudahan ke pengusaha supaya dalam berusaha tidak merasa terbebani. Dia menegaskan seluruh perizinan dimudahkan selama pengusaha memenuhi syarat dan aturan main, serta tidak didasarkan pada suka atau tidak suka.
Adapun Perdirjen tersebut mengatur pemangkasan proses perizinan sehingga menjadi lebih cepat, dari semula 15 hari kerja di Kantor Pabean dan 10 hari kerja di Kantor Pusat DJBC menjadi 3 hari kerja di Kantor Pabean dan 1 jam di Kantor Wilayah.
Lalu, jumlah perizinan transaksional dipangkas dari 45 perizinan menjadi 3 perizinan secara elektronik. Masa berlaku izin Kawasan Berikat dibuat berlaku secara terus-menerus sampai dengan izin Kawasan Berikat dicabut, sehingga tidak perlu mengajukan perpanjangan izin.
Selain itu, regulasi tersebut memberikan kemudahan subkontrak berupa ekspor langsung dari penerima subkontrak dan penerapan prinsip One Size Doesn’t Fit All, yaitu pemberian fasilitas fiskal dan prosedural yang berbeda-beda untuk masing-masing jenis industri.
Kemenkeu juga membuat sinergi pelayanan antara DJBC dengan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan pemberian layanan mandiri bagi Kawasan Berikat yang memenuhi persyaratan.
Saat ini, tercatat jumlah Kawasan Berikat adalah 1.360 perusahaan yang tersebar di seluruh Indonesia dari produksi garmen, alas kaki, kapal elektronik, hortikultura, dan lainnya.
Berdasarkan hasil pengukuran dampak ekonomi Kawasan Berikat dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) pada 2016, perusahaan yang menerima manfaat Kawasan Berikat dan KITE telah berkontribusi ekspor seniiai US$54,82 miliar atau setara dengan 37,76% dari ekspor nasional dan menyerap tenaga kerja langsung sebesar 2,1 juta orang.
Selain itu, Kawasan Berikat juga menyumbang penerimaan negara senilai Rp73,65 triliun dan menambah investasi sebesar Rp168 triliun berdasarkan pembentukan modal tetap bruto serta Rp653 triliun dari ekuitas.
DJBC juga mendorong terciptanya integrasi Kawasan Berikat dengan Pusat Logistik Berikat dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi Kawasan Berikat dengan mengoptimaikan supply chain melalui Pusat Logistik Berikat.
Sumber : bisnis.com
Leave a Reply