JAKARTA — Pemerintah meluncurkan tiga kebijakan baru dalam penyempurnaan Paket Kebijakan Ekonomi ke-16 untuk menarik investasi dan memperbaiki defisit transaksi berjalan.
Tiga hal penting dalam paket kebijakan tersebut adalah perluasan penerima fasilitas libur pajak (tax holiday), relaksasi aturan daftar negatif investasi (DNI), dan pengaturan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA).
Mengenai kewajiban devisa hasil ekspor dari kegiatan pengusahaan dan pengelolaan sumber daya alam ditempatkan di dalam negeri, ekonom Insitute For Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, harusnya juga dilengkapi peraturan teknis yang lebih jelas, selain itu, penerapan sanksi bagi yang tidak menerapkan juga dinilai masih kurang.
Bhima menilai, insentif untuk eksportir yang tidak mengkonversi devisa hasil ekspor (DHE) SDA ke rupiah, PPh finalnya seharusnya bisa lebih tinggi.
“Harusnya yang memegang dolar pajak PPH finalnya bisa 15 persen, sementara yang konversi ke Rupiah harusnya bisa di bawah 5 persen,” ungkap Bhima, kepada Tribunnews.com, akhir pekan lalu, Jumat (16/11/2018).
Dengan demikian, kata Bhima, bagi pengusaha yang tetap memegang devisa hasil ekspor dalam valuta asing, akan membayar pajak yang lebih tinggi dan mendorong semakin banyak pengusahan untuk mengkonversinya ke rupiah.
“Jadi kalau sekarang insentifnya hanya 2,5 persen kurang signifikan, terlalu kecil insentif yang diberikan,” imbuhnya.
Berdasarkan data Bank Indonesia, devisa hasil ekspor pada Januari-Juni 2018 sebesar 69,88 miliar dollar AS. Dari jumlah itu, yang masuk ke dalam negeri sekitar 92,6 persen atau 64,74 miliar dollar AS.
Devisa hasil eskpor hasil sumber daya alam, harus dilaporkan dalam sistem keuangan Indonesia dan ditempatkan dalam rekening khusus pada bank devisa dalam negeri.
Sumber: tribunnews.com
Leave a Reply