JAKARTA – Maraknya peredaran ponsel Black Market (BM) tak hanya merugikan masyarakat karena tidak mendapat garansi resmi, tetapi juga pemerintah karena tak memperoleh pendapatan dari pajak. Bahkan, berdasarkan pernyataan dari Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto, total kerugian negara akibat peredaran ponsel BM kemungkinan mencapai Rp1 triliun per tahun.
Menurut Anggota Komisi III DPR RI, Taufikul Hadi, permasalahan tersebut berhubungan dengan penegakkan hukumnya. Sementara, regulasi dan normanya sudah cukup memadai.
Senada dengan Taufik, Anggota Komisi XI DPR RI, Eva Kusuma berkata, “Isu tersebut berhubungan dengan integritas hukum. Perlu ada perbaikan operasional regulasi yang telah berlaku.”
Selain perbaikan operasional, Eva menambahkan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) harus memiliki akses terhadap data barang yang masuk ke Indonesia. Untuk bisa mendapatkan akses tersebut, DJP memerlukan komitmen yang baik dengan penyuplai data.
“Seharusnya, DJP tak hanya menangani di pintu masuk Indonesia, tetapi lebih ke hilir. Misalnya, kalau barang datang dari China, DJP sudah menampakkan diri di sana. Menurut saya, yang missing link itu ada di Singapura, Hongkong, Guangzhuo,” ujar Eva lagi.
Ketua Umum Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia, Ali Soebroto juga berpendapat, secara sistem, perangkat hukum di Indonesia mengenai barang impor sudah kuat. Ia berkata, aneh jika masih ada barang ilegal yang masuk ke Indonesia.
“Dari operasionalnya, sudah pasti tidak boleh ada barang masuk. Dengan regulasi yang ada, barang jadi yang dapat masuk ke Indonesia hanya perangka 2G dan 3G, itu pun harus mendapat rekomendasi dari Kementerian Perindustrian,” jelas Ali.
Namun, ternyata realitanya tidak seperti itu. Ali mengatakan, ia sempat berdiskusi dengan Dirjen Beacukai dan mendapai hasil, masih banyak barang yang masuk secara tidak resmi. Sampai saat ini, masih ada ponsel Black Market sebesar 20% yang beredar di pasaran. Data tersebut ia dapatkan dari lembaga survei di luar negeri.
“Kami selaku asosiasi mengusulkan untuk membuat neraca agar dapat mengetahui jumlah produksi, jumlah impor, dan jumlah penjualan. Kalau data dari semua kementerian terkait dipublikasikan, kita dapat melihat gap dari data 20% itu supaya bisa ditindaklanjuti,” papar Ali.
Ia menambahkan, berdasarkan diskusinya dengan Dirjen Beacukai, besar kemungkinan ponsel BM yang masih beredar di masyarakat adalah hasil dari physical smuggling. Ponsel-ponsel tersebut diselundupkan secara ilegal melalui pengiriman laut.
Sumber: wartaekonomi.co.id
Leave a Reply