Penerimaan pajak di Kota Malang baru mencapai 85,78 persen. Target pajak yang ditetapkan sebesar Rp 420 miliar. Sedangkan hingga awal November, penerimaan pajak baru Rp 360,27 miliar. Artinya, pendapatan masih kurang Rp 59,7 miliar hingga akhir tahun. Meski begitu, petugas Badan Pelayanan Pajak Daerah (BP2D) Kota Malang tetap optimistis bisa mencapai target hingga dua bulan kedepan.
Kepala BP2D Kota Malang Ade Herawanto mengatakan, selama beberapa tahun terakhir capaian pajak cukup mengesankan karena melampaui angka yang ditetapkan. “Awal November ini sudah ada Rp 360,27 miliar pendapatan dari pajak yang masuk ke kas daerah,” ujar Ade, Selasa (6/11).
Dia merinci, beberapa sektor pajak daerah sudah mencapai target. Bahkan untuk sektor pajak hiburan realisasinya sudah mencapai 101,1 persen. Pajak hiburan ditargetkan Rp 8,5 miliar, dan telah mengumpulkan Rp 8,59 miliar. “Angka itu masih memungkinkan bertambah. Karena di akhir tahun umumnya banyak even-even yang digelar di Kota Malang,” jelasnya.
Sementara dari sektor pajak bumi dan bangunan (PBB) telah mencapai angka 96,19 persen. Dari target Rp 57 miliar, telah terhimpun Rp 54,8 miliar. Pekan lalu dalam kegiatan Operasi Gabungan Sadar Pajak, BP2D juga menyisir tujuh titik PBB yang menunggak. “Kami sosialisasikan agar segera melunasi pajaknya atau risikonya bakal kena denda,” terang alumnus Universitas Brawijaya (UB) Malang itu.
Selanjutnya untuk capaian pajak reklame mencapai Rp 14,8 miliar, dari target Rp 16,4 miliar atau sekitar 90,25 persen. Lalu untuk sektor pajak restoran, pajak penerangan jalan, pajak parkir, dan pajak air tanah, rata-rata capaiannya 85 persen. “Target pajak restoran Rp 59,2 miliar. Sementara pajak penerangan jalan Rp 58 miliar,” papar Ade.
Dari seluruh sektor pajak, yang targetnya masih belum tercapai yakni dari pajak hotel serta pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Pajak hotel baru mencapai 78,85 persen. Dari target Rp 44 miliar, baru terkumpul Rp 34,6 miliar.
“Pajak BPHTB yang selama ini menjadi primadona, targetnya juga paling tinggi. Tepatnya Rp 170,6 miliar dan hingga akhir Oktober terhimpun Rp 130,4 miliar,” ulasnya.
Pajak hotel dan BPHTB sifatnya bergantung pada kondisi pasar. Jika tingkat kunjungan wisatawan bagus, otomatis pajak hotel naik. “Kalau investasi bagus, banyak orang jual beli properti, maka BPHTB juga tinggi,” terang Ade.
Sumber : jawapos.com
Leave a Reply