JAKARTA. Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau tahun depan dan tidak mengubah jumlah pengelompokan jenis hasil tembakau maupun layer kena cukai, berpotensi mengganggu target penerimaan cukai. Sebab, pemerintah telah memasukkan potensi penerimaan yang bakal didapat dari kebijakan itu, meski usulan kenaikan tarif tak lebih dari 10% di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019.
Dari target penerimaan cukai sebesar Rp 165,5 triliun dalam APBN tahun depan, pemerintah memasang target penerimaan hasil tembakau sebesar 158,8 triliun. Jumlah itu naik 7,15% dibanding dengan target tahun ini sebesar 148,2 triliun.
Toh, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemkeu) Nugroho Wahyu Widodo optimistis target tahun depan bisa tercapai. Sebab, ada intensifikasi cukai cairan rokok elektrik dan ekstensifikasi melalui pengenaan cukai kantong plastik. “Sejak (cukai likuid vape) berlaku Oktober, ada penerimaan Rp 104,2 miliar,” kata dia kepada KONTAN, Minggu (4/11).
Sampai dengan Oktober 2018, realisasi penerimaan cukai mencapai Rp 106, 2 triliun tumbuh 9,8% year on year (yoy). Senilai Rp 101,3 triliun berasal dari cukai rokok.
Yustinus Prastowo, Direktur Ekseskutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menilai, target tahun depan akan sulit dicapai tanpa adanya kenaikan tarif yang bersamaan dengan penundaan simplifikasi layer. “Padahal tarif naik moderat 8% – 10%, industri tidak masalah. Apalagi yang naik tidak semua kelompok tarif, “kata dia. Sedangkan penerimaan cukai dari likuid vape dan kantong plastik tak akan melebihi Rp 1 triliun.
Menurut pengamat Perpajakan dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji, meski tarif tetap, produksi dan permintaan tembakau bisa meningkat sehingga penerimaan masih bisa bertumbuh. Sayangnya, Gabungan Perserikatan Rokok Indonesia (GAPPRI) memproyeksikan produksi rokok tahun depan akan turun sejalan masih lesunya ekonomi.
Sumber: Koran KONTAN
Leave a Reply