Jakarta — Pemerintah melalui Kementerian Keuangan berencana menghapus pajak pembelian rumah, yaitu Pajak Penghasilan (PPh) 22 dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Keduanya dihapus supaya harga pembelian rumah menjadi lebih murah.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menyebut masih mempertimbangkan penghapusan dua jenis pajak tersebut di atas. Pertimbangan lainnya, yakni mengenakan hanya salah satu jenis pajak di atas.
Rencana kebijakan itu diklaim sudah dibicarakan dengan perusahaan pengembang properti (developer). “Jadi, ada consider untuk dihilangkan. Ada PPh 22 dan PPnBM, mana yang bisa memberikan dampak paling signifikan. Yang bisa dihilangkan lebih dulu, ya itu yang kami hilangkan lebih dulu,” katanya di Kementerian Keuangan, Kamis (18/10).
Selain membuat harga rumah menjadi lebih murah, ada beberapa poin lain yang menjadi pertimbangan Kementerian Keuangan. Pertama, sektor properti dianggap memberikan kesempatan kerja yang banyak, sehingga penghapusan atau penurunan pajak bisa memberikan efek ganda (multiplier effect) yang besar.
Kedua, memperbaiki kondisi di pasar properti. Ambil contoh, saat ini penjualan rumah dari pengembang ke pembeli untuk rumah yang sangat mewah dikenakan PPnBM. Namun, rumah bekas yang dijual antar individu tidak menjadi obyek PPnBM, sehingga perputaran transaksi rumah mewah lebih banyak terjadi pada rumah bekas.
Selain itu, Suahasil menuturkan munculnya PPnBM di rumah mewah membuat permintaan menjadi lebih sedikit. Apalagi, tingkat pajak rumah mewah boleh dibilang cukup tinggi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.010/2017, rumah dan town house dari jenis non strata title dengan harga jual sebesar Rp20 miliar atau lebih dan apartemen, kondominium, town house dari jenis strata title dengan harga jual minimal Rp10 miliar menjadi obyek PPnBM sebesar 20 persen.
Walhasi, pengembang properti jadi lebih fokus menggarap rumah kelas menengah dan rumah murah. Meskipun, rumah mewah disebut-sebut menyumbang lebih banyak profit ketimbang rumah murah dan kelas menengah.
“Kalau mereka jual rumah murah terus, apakah daya gerak keuangan perusahaan tidak terganggu? Justru yang mahal-mahal ini yang memberikan keuntungan tinggi bagi developer,” terang Suahasil.
Pun demikian, ia mengaku belum mengetahui batasan harga rumah yang akan mendapat insentif bebas pajak. Yang pasti, saat ini barang mewah masih dikenakan PPnBM dan PPh 22. Kemungkinannya, tingkat PPnBM rumah yang perlu direvisi.
Menurut dia, BKF dan Direktorat Jenderal Pajak juga masih perlu mengkaji aspek hukum dari pengenaan PPnBM dan PPh 22 agar kebijakan penghapusan pajak tidak menabrak regulasi yang berkaitan.
Sekadar informasi, PPnBM bagi rumah tercantum di dalam PMK Nomor 35/PMK.010/2017 dan PPh 22 tercantum di dalam PMK Nomor 90/PMK.03/2015.
Khusus untuk PPh 22, rumah yang menjadi obyek pajak ialah penjualan atas rumah dengan harga jual atau lebih dari Rp5 miliar atau luas bangunan lebih dari 400 meter persegi dan apartemen dengan harga jual lebih senilai Rp5 miliar atau luas bangunan di atas 150 meter persegi.
“Properti ini sifat barangnya jangka panjang. Mereka merupakan bagian tabungan, sehingga kami ingin mencari format pajak yang mendorong perputaran properti lebih cepat,” tandasnya.
Sumber: cnnindonesia.com
Leave a Reply