Jakarta — Peredaran rokok ilegal diperkirakan menyebabkan negara kehilangan potensi penerimaan cukai sekitar Rp909 miliar-Rp980 miliar pada 2018.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Heru Pambudi mengatakan estimasi ini didapat dari hasil penelitian, pelatihan ekonomika dan bisnis Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (P2EB FEB UGM).
Penelitian ini menggunakan pendekatan pembelian rokok di warung-warung penjualan rokok yang tercatat mengalami perputaran stok sebanyak 52 kali dalam setahun.
“Tapi nominal (potensi kehilangan penerimaan) ini turun dari survei 2016 yang mencapai Rp2,4 triliun. Dengan kata lain, potensi penerimaan yang dapat diselamatkan sekitar Rp1,5 triliun,” ucapnya di Kemenkeu, Kamis (20/9).
Ia mengklaim bisa menurunkan potensi kehilangan penerimaan, karena institusinya gencar melakukan penindakan terhadap peredaran rokok ilegal, baik di tingkat produsen maupun distributor.
Data DJBC Kemenkeu, setidaknya ada 4.062 penindakan sepanjang 1 Januari-14 September 2018. Jumlah ini meningkat 2,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebanyak 3.966 penindakan.
Ia bilang, sasaran penindakan melingkupi titik-titik produsen rokok, seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur serta daerah distribusi rokok ilegal yang kebanyakan menyasar luar Jawa.
“Berarti kalau dibagi 360 hari, anak buah saya melakukan penindakan sekitar 10 kali sehari. Penindakan ini juga melibatkan Polri, TNI, hingga asosiasi,” katanya.
Di sisi lain, Heru mengklaim, penindakan yang dilakukan tidak hanya untuk menurunkan potensi kehilangan penerimaan, tetapi juga ampuh menekan pertumbuhan peredaran rokok ilegal menjadi 7,04 persen pada tahun ini dari 12,14 persen pada 2016.
Menurutnya, penurunan pertumbuhan peredaran rokok ilegal memberi dampak positif bagi produsen rokok legal dan penerimaan negara.
Sebab, produksi rokok legal tercatat tumbuh 1,7 persen secara tahunan menjadi 18,1 miliar batang. Begitu pula dengan penerimaan negara dari cukai rokok tercatat tumbuh 14,4 persen secara tahunan pada Juli 2018.
“Peningkatan volume produksi rokok juga mendorong peningkatan tenaga kerja atau buruh linting baru sekitar 250 orang atau setara peningkatan jam kerja produksi mesin meningkat 1,3 kali lipat dari biasanya,” jelasnya.
Ke depan, Heru bilang, institusinya menargetkan kehilangan potensi penerimaan cukai rokok bisa ditekan lagi pada dua tahun mendatang, yaitu menjadi kurang dari Rp500 miliar. Dengan begitu, pertumbuhan peredaran rokok ilegal juga harus ditekan ke kisaran 3 persen.
Untuk mengejar target tersebut, ia mengatakan institusinya akan meningkatkan jumlah penindakan. Di samping itu, DJBC Kemenkeu akan meningkatkan edukasi dan sosialisasi kepada semua pihak terkait agar mau menjalankan bisnis rokok secara legal.
“Pokoknya pemerintah memastikan agar rokok ilegal ini menjadi seminimal mungkin,” pungkasnya.
Sumber : cnnindonesia.com
Leave a Reply