JAKARTA. Upaya Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) mengulik data-data wajib pajak nyaris tanpa berhenti. Selain demi mengejar target penerimaan yang saban tahun naik, upaya mengulik data juga demi untuk rasio pajak (tax ratio) yang baru 11%.
Mulai dilakukan tahun ini, upaya ini akan terus berlanjut. Apalagi, aparat pajak juga punya automatic exchange of information (AEoI). Traktat tersebut membuat aparat pajak leluasa mengakses data informasi keuangan wajib pajak sejak tahun ini,
Berbekal data-data tersebut, aparat pajak memang lebih mudah melakukan analisa wajib pajak. “Dengan AEoI, sistem di kantor pajak bisa menganalisis sampai 5 juta data per hari,” tandas Iwan Djuniardi, Direktur Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi Ditjen Pajak Kemkeu, Rabu (29/8).
Toh, Ditjen Pajak belum puas hanya berbekal hasil analisis data keuangan, karena belum banyak membantu peningkatan penerimaan pajak. Akses informasi keuangan dan AEoI hanya menghasilkan data yang terbatas, seperti identitas wajib pajak, alamat, dan saldo. Alhasil, Ditjen Pajak juga akan melengkapi datanya dengan membaca perilaku wajib pajak (WP), baik di media sosial maupun mengumpulkan data transaksi jual beli online.
Yang terbaru, Ditjen Pajak juga mengusulkan bisa mengakses data transaksi keuang- an wajib pajak melalui sistem Real Time Sistem Gross (RTGS). Sebab dari sistem tersebut bisa diketahui arus keluar masuk uang wajib pajak ataupun perusahaan. Iwan menghitung, akses RTGS akan meningkatkan penerimaan pajak Rp 1,3 triliun.
Tapi upaya itu masih membutuhkan persetujuan bank sentral. Maklum, saat ini akses RTGS masih terlarang. BI hanya memberikan data RTGS dalam kasus tertentu, ketika ada permintaan dari Ditjen Pajak dan rekomendasi Menteri Keuangan. “Tanpa RTGS, kami butuh waktu 2 tahun hanya untuk menemukan 100-200 wajib pajak yang terindikasi kecurangan,” jelas Iwan.
Sebelum akses ini terbuka, Ditjen Pajak akan memanfaatkan rekaman belanja online dan perilaku masyarakat di media sosial untuk analisis pajak. Caranya, dengan memanfaatkan Kartu Indonesia 1 atau Kartin1 untuk menelusu- ri transaksi jual beli online.
Apalagi, kantor pajak juga sudah punya sistem Sosial Network Analytics (SONETA) yang bisa merekam aktivitas masyarakat di media sosial. “Dari sistem itu, kami akan tahu, wajib pajak itu belanja apa saja, pergi kemana saja, dengan siapa,” terang Iwan.
Kepala Pusat Bagian Transformasi Bank Indonesia (BI) Onny Widjanarko mengaku akan mempelajari usulan pajak. “Kami baru mendengar permintaan ini,” ujar Onny.
Pakar pajak Yustinus Praswoto mengingatkan pembukaan akses data RTGS secara bebas harus diawasi ketat. Sebab akses RTGS sangat rawan disalahgunakan.
Sumber : Harian Kontan
Leave a Reply