Perlu ada aturan yang jelas tentang penjualan minyak kontraktor migas ke Pertamina
JAKARTA. Upaya membeli minyak mentah dari kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) demi mengurangi impor tak semudah membalikkan telapak tangan. Pemerintah masih mematangkan aturan yang mengwajibkan PT Pertamina wajib membeli minyak mentah KKKS.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar, menyebutkan implementasi penjualan minyak mentah dari KKKS belum terlaksana. Hal ini lantaran pemerintah masih melakukan evaluasi, terutama terkait masalah perpajakan. “Secepatnya akan diterapkan, lihat dulu perpajakan dan lain-lain. Kami terus mengevaluasi,” ungkap dia, Senin (20/8).
Jika kontraktor menjual minyak mentah kepada Pertamina, menurut Arcandra, maka mereka harus membayar pajak penghasilan (PPh). Jika menjualnya ke luar negeri, kontraktor justru tidak dikenai pajak.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan 107/ PMK.010/2015. Dalam aturan tersebut, transaksi jual beli minyak yang dilakukan oleh KKKS justru terkena pajak penghasilan (PPh) 1,5%-3%.
Oleh karena itu Arcandra menjelaskan Kementerian ESDM akan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan terkait masalah perpajakan. “Sekarang itu KKKS terkena pajak kalau dia menjual ke dalam negeri, bagian entitlement dia. Ini yang sedang kami bicarakan dengan Kemkeu,” ungkap Arcandra.
Sementara itu Dirjen Migas Kementerian ESDM, Djoko Siswanto, menambahkan, pihaknya telah mengirimkan surat kepada seluruh KKKS terkait rencana kebijakan pemerintah agar Pertamina membeli minyak mentah Indonesia hasil produksi KKKS.
Para kontraktor menanggapinya secara beragam. Salah satu di antaranya adalah kelompok KKKS yang menyebutkan telah memiliki kontrak dengan pembeli di luar negeri. Ada pula kelompok KKKS yang menyebut Pertamina telah kalah tender dalam pembelian minyak mentah yang diproduksi di Indonesia.
“Kami mau bahas, kebijakan ini kan baru kemarin. Kontrak yang sudah telanjur jangka panjang ke pembeli luar, maka diselesaikan hingga selesai. Setelah itu baru tidak diperpanjang lagi,” ujar Djoko.
Sementara kelompok KKKS lainnya meminta Pertamina melakukan right to match atau hak menawar kembali jika ingin membeli minyak mentah hasil produksi dalam negeri milik KKKS. Misalnya, KKKS melakukan lelang untuk menjual minyak mentah dan harga tertinggi US$ 70 per barel, maka Pertamina ditawari untuk membayar lebih tinggi dari harga yang ditawarkan pemenang lelang tersebut. “Jadi, kalau Pertamina mau right to match itu, aman. Berapa pun hasil lelang, Pertamina beli, tidak mengubah apa-apa,” jelas Djoko.
Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman menyebutkan penjualan minyak mentah dari para kontraktor bisa menguntungkan dari sisi harga dan bisa menghemat biaya logistik. “Jika melihat pricing historis menguntungkan, apalagi jika memperhitungkan lead time dan logistik,” ungkap dia kepada KONTAN, Senin (20/8).
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA), Marjolijn Wajong mendukung program pemerintah. Namun IPA meminta pemerintah merumuskan mekanisme bisnis yang jelas terkait kebijakan itu. “Kami pada dasar mendukung program pemerintah. Untuk penjualan minyak mentah KKKS ke Pertamina, kami berpendapat sebaiknya detail mekanisme bisnisnya dibicarakan terlebih dahulu,” kata Marjolijn.
Vice President Public & Govenment Affairs ExxonMobil Indonesia, Erwin Maryoto mengatakan ExxonMobil siap berbisnis dengan Pertamina. Asalkan sesuai mekanisme pasar dan berdasarkan production sharing contract (PSC) ExxonMobil dengan pemerintah. “Kami terbuka untuk berbisnis dengan semua pihak, termasuk Pertamina sesuai dengan mekanisme pasar. Salah satu ketentuan dalam kontrak PSC kami menyatakan kontraktor bebas menjual ke siapa dan kemana saja,” ujar Erwin.
Sumber : Harian Kontan
Leave a Reply