JAKARTA, Pemerintah akan menggandeng sejumlah usaha rintisan digital guna meningkatkan jumlah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) wajib pajak. Besaran pajak pertambahan nilai (PPn) dan pajak penghasilan (PPh) sedang diformulasikan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, UMKM berperan dalam menopang penerimaan fiskal nasional. Oleh karena itu, penurunan pajak penghasilan (PPh) final dari 1 persen menjadi 0,5 persen yang mulai berlaku mulai 1 Juli 2018 diharapkan menambah jumlah UMKM wajib pajak. Upaya menambah UMKM wajib pajak akan bekerjasama dengan usaha rintisan digital, seperti Go-Jek dan Tokopedia.
“Kami sudah berkomunikasi dan akan memformulasikan komponen pajaknya. Harapannya bisa memberikan kepastian kepada perusahaan digital dalam pengelolaan merchant,” kata Sri Mulyani seusai upacara Peringatan Hari Pajak di Jakarta, Sabtu (14/7/2018).
Sri Mulyani mengatakan, total penerimaan pajak dari UMKM hingga akhir Juni 2018 berkisar Rp 3 triliun-4 triliun. Penerimaan dari UMKM naik dari Rp 428 miliar pada 2013, lalu Rp 2,2 triliun (2014), Rp 3,5 triliun (2015), Rp 4,3 triliun (2016), dan Rp 5,8 triliun (2017). Penurunan PPh final memudahkan pelaku UMKM karena mereka tak perlu membuat pembukuan rinci, cukup melapor jumlah omzet.
Menurut Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, kerjasama dengan perusahaan rintisan digital dimungkinkan jika pemerintah memberi insentif atau reward tertentu. Misalnya, kemudahan ekspor-impor, simplifikasi pembukuan, akses modal dan investor, pembinaan digital, atau percepatan izin. Bauran insentif diyakini menumbuhkan UMKM menjadi pengusaha besar.
“Secara prisip menggandeng usaha rintisan bisa, tetapi tanpa insetif akan susah. Harus ada prinsip take and give,” kata Prastowo.
Jumlah wajib pajak dari UMKM belum mencapai 10 persen karena mayoritas pelaku usaha berada di rentang penghasilan tidak kena pajak (PTKP) atau di bawah Rp 4,5 juta per bulan. Tahun 2013 tercatat 220.000 usaha wajib pajak dan tahun 2017 menjadi 1,5 juta usaha. Adapun jumlah UMKM yang seharusnya wajib pajak sekitar 60 juta unit usaha. (Kompas, 28/6/2018).
Prastowo menambahkan, kebijakan penurunan PPh final menegaskan komitmen pemerintah melindungi UMKM sebagai fondasi perekonomian nasional. Meski penurunan PPh akan menggerus penerimaan pajak dalam jangka pendek sekitar Rp 2,5 triliun dalam satu tahun, tetapi langkah ini bentuk investasi masa depan. Penerimaan negara akan bertambah signifikan seiring peningkatan UMKM wajib pajak.
Penurunan PPh juga menjawab permasalahan yang selama ini dikeluhkan pelaku UMKM. Sebelumnya, pengusaha harus melewati 13 prosedur, waktu pengurusan 47 hari, membayar Rp 6,8 juta-Rp 7,8 juta, dan wajib mengantongi lima izin terkait pendirian usaha. Kini cukup 7 prosedur, waktu pengurusan 10 hari, biaya Rp 2,7 juta, dan wajib tiga izin terkait pendirian usaha.
Ketidakpastian global, Sri Mulyani mengatakan, ketidakpastian global pasti berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Momentum pertumbuhan yang diciptakan sektor pertanian, perdagangan, pertambangan, konstruksi, dan jasa keuangan, pasti akan terganggu. Untuk itu, instrumen fiskal dari perpajakan akan dimanfaatkan untuk mendorong ekspor dan investasi.
Realisasi penerimaan pajak sampai dengan awal Juli sekitar 44,5 persen atau lebih kurang Rp 633,68 triliun. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, penerimaan itu tumbuh 23 persen. DJP masih harus menghimpun pajak Rp 790 triliun dalam enam bulan untuk mencapai target 100 persen.
APBN 2018 merencanakan pendapatan negara Rp 1.894,72 triliun. Pajak ditargetkan menyumbang Rp 1.424 triliun atau 75 persen terhadap target pendapatan negara.
Prastowo memperkirakan, realisasi penerimaan pajak sampai dengan akhir tahun ini 95 persen dari target atau lebih kurang Rp 1.352,8 triliun. Perkiraan ini dengan asumsi penerimaan selama enam bulan mendatang stabil didukung keputusan tidak mengubah APBN 2018. Ketidakpastian global tetap membayangi karena bisa menurunkan daya bayar pajak dari kalangan usaha.
Sumber: Kompas.com
Leave a Reply